Scan barcode
A review by blackferrum
Mustika Zakar Celeng by ADIA PUJA
dark
emotional
lighthearted
mysterious
reflective
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
4.0
Peringatan: Buku ini mengandung muatan dewasa, jangan memaksa baca jika belum memenuhi batas usia minimal 21 tahun.
Mustika Zakar Celeng semacam cerita absurd, tapi banyak mengandung kebenaran bagiku. Tema mencari "ilmu" atau kesaktian untuk meningkatkan kekayaan atau yah hanya supaya sakti saja banyak dipakai sebagai tema cerita horor. Tapi, soal selakangan? Wah, ini yang baru.
Nurlela sudah lama tidak merasa puas dengan performa ranjang suaminya. Setelah sebelas tahun, akhirnya dia memuntahkan keluhannya. Keinginannya untuk ngencrit sudah mencapai bibir jurang. Namun, naas, kejujurannya jelas menyakiti hati sang suami, Tobor. Harga diri Tobor jatuh. Hal-hal yang membuatnya selama sebelas tahun pernikahan merasa cukup dan baik, malah berbalik menjadi sesuatu yang sama sekali tidak bisa dia terima.
Niat Tobor memperbaiki rumah tangganya justru membawa dirinya bertemu dengan pentolan preman sekaligus pemilik Kembangan. Berawal menjadikan pelacur paling tidak diminati di Kembangan sebagai "latihan", berakhir mencari mustika zakar celeng yang konon bisa memberikan kepuasan dan keperkasaan. Tobor menerjang segala kesulitan demi menyenangkan istrinya di atas ranjang. Sungguh romantis cita-citanya, sampai terasa begitu naif.
Sepertinya semua orang setuju, karakter Tobor ini amat lugu. Niatnya sangat baik, bahkan rela mengorbankan diri sendiri demi kebahagiaan istrinya, Nurlela. Sifatnya santun dan kata mertuanya, nggak neko-neko, tapi sayang, hanya karena urusan ranjang, hidupnya jadi runyam.
Mustika Zakar Celeng menunjukkan isu sosial yang kental serta kandungan protes yang dilayangkan lewat karakter Nurlela. Pemikiran seorang istri yang "harus selalu menurut, tidak boleh menuntut" mencoba diperlihatkan bahwa pada saat itu, ada seorang istri yang mempertanyakan apakah adil jika seorang perempuan hanya sepatutnya menerima, diperlakukan layaknya sandal jepit; siap pakai dan harus selalu nyaman ketika dipakai?
Permasalahan seksual bisa merembet ke bagian-bagian yang sensitif serta menyeret akal sehat untuk menempati urutan kesekian setelah kepuasan.
Mustika Zakar Celeng semacam cerita absurd, tapi banyak mengandung kebenaran bagiku. Tema mencari "ilmu" atau kesaktian untuk meningkatkan kekayaan atau yah hanya supaya sakti saja banyak dipakai sebagai tema cerita horor. Tapi, soal selakangan? Wah, ini yang baru.
Nurlela sudah lama tidak merasa puas dengan performa ranjang suaminya. Setelah sebelas tahun, akhirnya dia memuntahkan keluhannya. Keinginannya untuk ngencrit sudah mencapai bibir jurang. Namun, naas, kejujurannya jelas menyakiti hati sang suami, Tobor. Harga diri Tobor jatuh. Hal-hal yang membuatnya selama sebelas tahun pernikahan merasa cukup dan baik, malah berbalik menjadi sesuatu yang sama sekali tidak bisa dia terima.
Niat Tobor memperbaiki rumah tangganya justru membawa dirinya bertemu dengan pentolan preman sekaligus pemilik Kembangan. Berawal menjadikan pelacur paling tidak diminati di Kembangan sebagai "latihan", berakhir mencari mustika zakar celeng yang konon bisa memberikan kepuasan dan keperkasaan. Tobor menerjang segala kesulitan demi menyenangkan istrinya di atas ranjang. Sungguh romantis cita-citanya, sampai terasa begitu naif.
Sepertinya semua orang setuju, karakter Tobor ini amat lugu. Niatnya sangat baik, bahkan rela mengorbankan diri sendiri demi kebahagiaan istrinya, Nurlela. Sifatnya santun dan kata mertuanya, nggak neko-neko, tapi sayang, hanya karena urusan ranjang, hidupnya jadi runyam.
Mustika Zakar Celeng menunjukkan isu sosial yang kental serta kandungan protes yang dilayangkan lewat karakter Nurlela. Pemikiran seorang istri yang "harus selalu menurut, tidak boleh menuntut" mencoba diperlihatkan bahwa pada saat itu, ada seorang istri yang mempertanyakan apakah adil jika seorang perempuan hanya sepatutnya menerima, diperlakukan layaknya sandal jepit; siap pakai dan harus selalu nyaman ketika dipakai?
Permasalahan seksual bisa merembet ke bagian-bagian yang sensitif serta menyeret akal sehat untuk menempati urutan kesekian setelah kepuasan.
"Menuntut tidak boleh. Menolak tidak boleh. Protes tidak boleh. Berontak pun bisa jadi tidak boleh. Jika dirinya tak terpuaskan, lelaki bisa mengancam akan lari dengan perempuan lain. Keegoisan macam apa? Di mana posisi seorang perempuan di dalam rumah tangga? Jika menginginkan istri yang bebas diinjak tanpa boleh melawan, sebaiknya para lelaki menikah saja dengan sandal jepit." - pg. 29
Ini bukan hanya soal rumah tangga Nurlela dan Tobor yang terkena imbas dari tidak maksimalnya performa ranjang, tetapi menyerempet ke banyak hal lain. Salah satunya mengenai bisnis prostitusi. Kembangan merupakan satu dari sekian tempat pelacuran yang dikembangkan karena dampak dari menghilangnya satu tempat sehingga penghuninya mengharuskan berpindah ke daerah lain. Hal yang membuatku geram adalah sosok si kepala daerah baru dengan kebijakan sok agamisnya memberantas bisnis ini.
Well, dibahas dari sisi agama memang tidak baik atau malah tidak bagus, tapi ini bukan soal penghakiman siapa yang menjadi pendosa dan siapa yang nantinya bakal masuk surga. Pemikiran si karakter kepala daerah yang mengharuskan "meratakan" bisnis-bisnis prostitusi agaknya tidak bisa diterima begitu saja. Daerah sebelum para penghuhinya lari ke Kembangan juga bukan sepenuhnya tanpa persetujuan warga sekitar, kan? Apalagi bisnis seperti ini biasanya memiliki daerahnya sendiri yang mana tetangga "sok alim" tidak bakal tiba-tiba muncul sambil membawa sumpah atas nama Tuhan.
Ada "komentar" di sampul belakang jika buku ini menyangkut isu politik juga. Kukira soal si karakter pejabat ini maksudnya, tapi ternyata lebih dari itu. Perjuangan Tobor untuk menyenangkan sang istri soal urusan ranjang sampai mencari mustika zakar celeng pun termasuk isu politik. Saat membaca ini, situasi politik di Indonesia sedang memanas. Pemimpin negara yang hampir lengser itu membuat ulah lagi. Banyak hal yang akhirnya menjadi bahasan di media sosial, termasuk "pegangan" apa yang dipunya oleh sang pemimpin. Somehow, langsung mengingatkanku soal buku ini, terlebih perjuangan Tobor sendiri.
Ah, hal-hal mistik seperti ini memang panjang pembahasannya. Bagi beberapa orang, hal-hal klenik di dunia modern tidak rasional sama sekali dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, tapi kita tidak pernah tahu dapur mereka yang tetap memercayai atau bahkan tetap mengamalkan atas dasar turun-temurun semata atau malah sebagai salah satu jalan agar tetap melanggengkan sesuatu.
Sama halnya dengan kisah rumah tangga Nurlela dan Tobor. Masalah ranjang bisa menyeret akal sehat pada hal-hal yang mustahil untuk dipercayai.
Yang usianya sudah mencukupi, harus banget baca ini!