A review by blackferrum
Minoel by Ken Terate

5.0

Aku kepengin bilang "bodoh" ke Minoel sambil jelasin dari A sampai Z balik ke A lagi kalo dia dimanfaatkan doang. Aku kepengin menghujat Akang karena sudah tega berlaku seenak udelnya. Aku kepengin mengguncang bahu Minoel agar dia sadar kalo dia hanya dimanfaatkan, kalo itu bukan cinta, tapi hanya ilusi semata. Tapi, kalo aku berbuat begitu, apa bedanya aku dengan semua orang di sekitar Minoel?

Entah kapan aku merasa seemosional ini membaca buku. Bukan, bukan karena kisahnya menyedihkan karena dua mc-nya tidak bisa bersatu dan tersakiti (in romance way), tapi karena geram. Geram dengan kenyataan sekitar yang benar adanya. Isu sosialnya kental dan agak miris mengingat ini benar-benar terjadi. Yah, bukan semuanya, tapi penulis bilang ada kasus yang seperti ini juga. Mengingat banyaknya KDP (Kekerasan Dalam Pacaran), kadang2 aku takut, tapi lebih dominan takut ketika tidak bisa meyakinkan para korban agar segera berlari menjauh.

Lemme tell you. Minoel sudah ditegur beberapa kali oleh Yola. Bahkan tanggapannya setiap dia curhat selalu sinis. Ya karena Yola sebelumnya sudah mengenal Akang. Dia berhasil lepas dari si manusia kadal sebelum menjadi lebih parah. Iya, Yola pintar karena sudah mengenal macam-macam cowok. Lah, Minoel? Ada yang mau sama dia saja sudah syukur. Cara mengingatkan Yola emang kasar dan terkesan ceplas-ceplos, tapi dia peduli banget. Emang, kadang nyebelin banget kalo kita lagi ketimpa masalah pas curhat malah ditimpali, "nah, kan, apa kubilang". Minoel butuh support dan dia nggak tau harus minta ke siapa. Sebenarnya, dia emang nggak punya tempat mengadu dan berpegangan. Ngadu ke bapaknya, orangnya nggak peduli. Ngadu ke emaknya, bakal diomelin lagi sampai kupingnya pengang. Ngadu ke adik-adiknya, lah emang bakal didengerin? Ngadu ke Yola bakalan tambah disukur-sukurin, "Sukurin, nggak mau dengar omonganku, sih!" Ngadu ke Lilis, dia lagi bucin ke Evan, nggak bisa diganggu. Ngadu ke Dewa, iya kalo nggak ketahuan Akang, latihan bareng aja masih sering dicemburui.

Oh ya, Minoel ini insecure banget sama fisiknya, karena kondisi kakinya dia sempat skeptis bakal dapat pacar. Yah, SMP-SMA itu masa2 asmara membara. Lope lope in the sky. Plus, di rumah nggak ada yang peduli dengan Minoel. Hmm, aku nggak mau nyalahin emak atau bapaknya si Minoel, ya. Keadaan (baik ekonomi dan sosial) mereka memaksa anak2nya mencari sendiri apa arti sebuah kasih sayang. Ini yang bikin Minoel langsung menerima Akang tanpa pikir dua kali. Siapa lagi yang nggak bungah ada yang memperhatikan, bilang cantik, dan melimpahinya dengan kasih sayang? Meskipun semu dan lambat laun faktor ini diabaikan Minoel. Asal ada yang suka dan sayang sama aku, semuanya baik-baik saja. Astaga, jadi kepengin nangis lagi ingat dia :(

Mungkin banyak dari kita yang tau soal trait pasangan yang toxic ini. Emm, salah satu cirinya setahuku manipulatif dan suka gaslighting. Oh, jadi ingat berita soal KDRT yang sempat ramai di medsos itu. Setelah pelaku melakukan kekerasan, akan ada love bombing. Meminta maaf sambil mengucapkan cinta berkali-kali. Ah, capek, capeeek banget. Rasanya kepengin nyubit Minoel buat sadar kalo Akang itu ... ah sudahlah, aku nggak mau misuh2 di sini.

Sekali lagi, I can't blame apa pun keputusan Minoel terkait Akang. Dia begitu karena nggak ada yang kasih tau dengan benar (bukan kayak the way Yola ngoceh, ya), nggak ada yang repot kasih dia support secara benar dan sehat. Yah, siapa juga yang paham beginian, soal mental health dan sejenisnya di desa yang mayoritas mindset orang tuanya "ngapain anak perempuan sekolah lama-lama, wong nanti juga kawin, ngurus anak, ke sumur". That's why, punya pengetahuan sedikit soal tanda2 red flag pada pasangan, diri sendiri, maupun teman dekat; menjaga kesehatan mental diri sendiri; tidak mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti orang lain; dan memberikan kenyamanan ketika ada orang terdekat yang mengalami satu episode buruk dalam hidup adalah privilese.

Mungkin masih ada Minoel-Minoel di luar sana. I hope they have someone to share with dan seseorang yang benar2 bisa mengerti tanpa mengambil keuntungan dari kegundahannya.

Soal ending, kurasa cukup bagus. I mean, cerita ini bukannya lantas menciptakan keinginan muluk harus selesai dan pelaku harus dihukum blablabla. Yah, mungkin kasus ks bisa selesai dan pelaku mendapat ganjaran setimpal itu hanya selesai beberapa persen. Tau sendiri, kan, bagaimana korban ks diperlakukan?

Ah, sebelum makin ke sana dan ke sini, lebih baik aku sudahi ulasan yang sudah merangkap curhat ini. Buku ini highly recommended, walaupun agak2 pedih.