Scan barcode
A review by blackferrum
Are We Dating? by Melinda Candra
lighthearted
slow-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? No
- Loveable characters? No
- Diverse cast of characters? N/A
- Flaws of characters a main focus? Yes
2.0
Hal pertama yang terlintas setelah membaca beberapa halaman adalah blurb-nya nggak sesuai dengan isi. Informasi seputar pekerjaan Tiara pas, sih, alasan dia membutuhkan pacar bohongan juga cukup sesuai, tapi itu ada di 30% akhir cerita. Jadi, awal-awal ngomongin apa, dong? Idk, really. Tapi yah, ini emang bukan piringku aja, sih.
Alih-alih kasih alur yang lebih kuat, penulis memilih melipir ke kehidupan dan segala tetek bengek yang sebenarnya nggak begitu penting-penting banget buat alur. Sampai pertengahan cerita udah menahan diri buat nggak baca lebih cepat lagi. Yap, aku baca ini less than 24 hours atau mungkin lebih sedikit bukan karena alasan bukunya page-turner atau sejenisnya, cuma kepengin cepet kelar aja.
Kenapa harus memaksakan diri dan nggak dnf aja? Simpel, bukunya masih bisa dicerna meskipun harus lompat-lompat. Beruntungnya, meskipun narasinya dilewatkan dan langsung fokus ke dialog saja masih bisa dipahami, kok, alurnya berjalan ke sebelah mana.
Sungguh, amat disayangkan bukunya nggak diedit dengan lebih rapi lagi. I mean, bisa dihilangkan bagian yang menumpuk hingga jadi info dump dan fokus mengembangkan alur atau menambahkan sub-konflik. Memperkuat karakterisasi juga penting banget. Rasanya ini juga salah satu catatan ketika memprotes isi bukunya. Karakterisasi Tiara nggak konsisten sama sekali. Dia mungkin punya lack as karakter atau manusia, tapi di sepanjang cerita, makin ke belakang karakternya malah makin sempurna.
Ini diperkuat dengan kata-kata yang seolah nggak membiarkan Tiara jadi karakter yang kurang dan dipandang sebelah mata oleh entah antagonis atau villain. Semacam, "aku mampu memukau orang lain", "aku termasuk orang yang toleran", dll. Kalimatnya nggak persis begitu, tapi intinya semacam itulah. Kenapa, Tiara? Padahal kamu punya kekurangan malah makin bagus karena konfliknya jadi lebih menyulut dan alurnya berjalan mulus.
Yah, banyak yang mau kuomongkan sebenarnya, tapi beberapa lupa karena sengaja nggak kucatat. Deskripsi soal Lakewood-nya lumayan oke.
Alih-alih kasih alur yang lebih kuat, penulis memilih melipir ke kehidupan dan segala tetek bengek yang sebenarnya nggak begitu penting-penting banget buat alur. Sampai pertengahan cerita udah menahan diri buat nggak baca lebih cepat lagi. Yap, aku baca ini less than 24 hours atau mungkin lebih sedikit bukan karena alasan bukunya page-turner atau sejenisnya, cuma kepengin cepet kelar aja.
Kenapa harus memaksakan diri dan nggak dnf aja? Simpel, bukunya masih bisa dicerna meskipun harus lompat-lompat. Beruntungnya, meskipun narasinya dilewatkan dan langsung fokus ke dialog saja masih bisa dipahami, kok, alurnya berjalan ke sebelah mana.
Sungguh, amat disayangkan bukunya nggak diedit dengan lebih rapi lagi. I mean, bisa dihilangkan bagian yang menumpuk hingga jadi info dump dan fokus mengembangkan alur atau menambahkan sub-konflik. Memperkuat karakterisasi juga penting banget. Rasanya ini juga salah satu catatan ketika memprotes isi bukunya. Karakterisasi Tiara nggak konsisten sama sekali. Dia mungkin punya lack as karakter atau manusia, tapi di sepanjang cerita, makin ke belakang karakternya malah makin sempurna.
Ini diperkuat dengan kata-kata yang seolah nggak membiarkan Tiara jadi karakter yang kurang dan dipandang sebelah mata oleh entah antagonis atau villain. Semacam, "aku mampu memukau orang lain", "aku termasuk orang yang toleran", dll. Kalimatnya nggak persis begitu, tapi intinya semacam itulah. Kenapa, Tiara? Padahal kamu punya kekurangan malah makin bagus karena konfliknya jadi lebih menyulut dan alurnya berjalan mulus.
Yah, banyak yang mau kuomongkan sebenarnya, tapi beberapa lupa karena sengaja nggak kucatat. Deskripsi soal Lakewood-nya lumayan oke.