A review by rasunshiny
Pasung Jiwa by Okky Madasari

4.0

Trigger warning: violence, sexual abuse, blood, suicide, abortion, prostitution, death, bullying.

Buku ini mengisahkan perjalanan Sasana (Sasa) dan Jaka Wani (Cak Jek) dalam upaya 'melepaskan jiwa' yang terkukung dalam dikte masyarakat. Ku kira buku ini hanya berfokus pada bagaimana Sasa menemukan jati dirinya, ternyata jauh lebih dari itu. Seperti bukunya Entrok, Okky Madasari mengangkat isu sosial yang marak terjadi. Mulai dari isu pengamen jalanan hingga kehidupan para buruh.

Aku merasa Pasung Jiwa memiliki nyawa yang mirip dengan Entrok, keduanya membuatku mempertanyakan realitas sosial yang ada. Sebenernya siapa yang lebih pantas dihukum? Sebab beberapa orang tidak berperilaku sesuai dengan aturan sosial yang ada haruskah mereka menerima kecaman sekeras itu? Buku ini juga mengingatkanku pada Convenience Store Woman dimana seleksi sosial itu ada jika kita hidup tidak sama dengan yang lain. Padahal orang-orang yang dihakimi itu hanya kerja untuk bisa hidup dan cuma sekedar untuk makan. Coba tengok orang-orang berkuasa disana, sudah berapa banyak hak rakyat mereka rampas namun sampai saat ini belum juga mendapat balasan.

Buku ini menggunakan sudut pandang kedua tokoh utama tersebut yang membuat aku sebagai pembaca dapat merasakan segala keresahan dan dilema yang dihapadi Sasa dan Jek. Aku sangat suka bagaimana Okky Madasari berhasil menarasikan dua sudut pandang dengan gaya bahasa yang berbeda. Saat membaca pergantian sudut pandang aku dapat merasakan cerita ini dinarasakan oleh yang berbeda. Bahkan, narasi yang dibuat Sasa saat kecil dibanding saat dewasa juga terasa. Menurutku hal ini sangat menganggumkan. Narasi yang disuguhkan jug sangat mengalir dan mudah untuk dicerna.

Sejak awal cerita hingga akhir alur yang dibawa sangat rapi. Dimulai dari bagaimana Sasa sudah mengenal piano sejak dalam kandungan hingga ia melepaskan pasung jiwanya. Aku suka bagaimana penulis mengenalkan awal mula 'keanehan' yang terjadi pada diri Sasa. Selain itu, emosiku rasanya diacak-acak sepanjang baca buku ini. Aku ikut merasakan sedih, gembira, marah sebagaimana yang dialami para tokoh.

Setiap tokoh yang ada juga sangat memorable meskipun hanya muncul sebagian cerita. Juga aku sangat suka bagaimana penulis menggambarkan sosok orang tua Sasa. Hatiku terenyuh ketika membaca hubungan antara Sasa dan Ibunya menjelang akhir cerita.

I give it 4/5