A review by blackferrum
Anggara Kasih by Tian Topandi

dark informative mysterious tense fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

2.75

Actual rating: 2,8

Lingkunganku nggak terlalu terpengaruh dengan weton. Dianggap ada, tapi cuma sebagai simbol, nggak ada yang spesial. Mungkin karena nggak terlalu berpengaruh jadi nggak selalu jadi patokan. Aku baru tahu ada weton yang dianggap "spesial" dan bisa mengundang kekuatan makhluk tak kasat mata baru-baru ini dan now I know arti kalimat yang selalu diucapkan para orang tua soal "jangan kasih tahu wetonmu ke orang asing, atau kamu bakal disantet".

Anggara Kasih has it. Ceritanya diawali dari kelahiran seorang anak yang memiliki weton "istimewa", lahir di malam 1 suro hari Selasa Kliwon. Pembaca diajak menebak siapa sosok yang punya weton dengan panggilan Anggara Kasih ini di bab pertama. Mengingat banyak yang ambis di kantor, banyak tebakan soal sosoknya, terlebih yang disorot pertama bukan MC.

Sebenarnya, kupikir di awal bakalan nebak terus siapa si bayi yang punya weton istimewa di awal. Jadi, tebakan pemanasan begitulah, tapi ternyata setelah bab dua langsung di-reveal orangnya. Dan dari sini alurnya mulai membingungkan. Eh, lebih ke karakterisasi semua karakternya yang bikin bingung. Sempat kaget dengan kecepatan alurnya sampai ngerasa kayak keseret mobil juga macam ilustrasi kovernya (eh,  cuma perumpamaan, jangan sampe kejadian beneran, naudzubillah).

Kuakui premisnya oke dan mengangkat genre horor bercampur tema weton + pesugihan begini bisa dibilang berani. Well, kalau dibilang unik nggak juga ya karena kenyataannya banyak cerita horor yang kutahu memakai tema serupa. Tapi, sayang cuma satu, emosi karakternya sama sekali nggak sampai ke pembaca. Ini yang bikin aku sendiri merasa kayak cerita ini cuma bahas alur aja, tanpa penyokong unsur lainnya.

Kesan mencekam juga untuk ukuran horor agak kurang nendang. Kupikir karena bekejaran dengan alur, rasanya kesan mistis atau apa pun itu nggak bisa imbang. Oh, sebenarnya ada beberapa hole, sih, tapi kayaknya kalau aku reveal satu-satu bakalan spoiler banget. Aku sebut salah satunya aja deh yang nggak begitu spoiler amat, bagian Alana yang percaya banget sama Susan. Well, dia digambarkan jadi wanita mandiri selama bertahun-tahun, punya rasa engagement ke orang apalagi bener-bener percaya itu agak kurang sinkron. Harusnya dia curiga dulu, dong, sama Susan. Eh, ini di "penyelamatan" nggak sengaja malah langsung hooh-hooh aja.

Satu lagi, Jemmi kenapa annoying banget as partner kerja, ya? Caranya dia nyuruh handle kerjaan sementara dia bisa fokus ke kasusnya Aruna itu bikin geleng-geleng, sih. Aku sempat berpikir apa penulis sengaja bikin karakter Jemmi kayak gitu biar "mempermudah" jalan dia buat membantu Aruna. Soalnya kayak nggak mungkin, dong, kalau bukan ranah kasusnya si Jemmi bisa enak banget dapat kelonggaran menyelidiki kasus itu, padahal dia punya kerjaannya sendiri. Poor, Aditya, mesti ketiban beban kerja karena rekannya bulol :(

Mungkin kalau buku ini diangkat ke layar lebar bakal lebih kebentuk visualisasinya. Atau yang suka horor dengan campuran misteri begini bisa coba baca, siapa tau masuk ke selera. Ini kali pertama baca buku dari penulis, jadi kepengin baca buku-bukunya lain.

Expand filter menu Content Warnings