Scan barcode
A review by blackferrum
The One You Love by Astrid Zeng
lighthearted
slow-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? N/A
- Loveable characters? No
- Diverse cast of characters? N/A
- Flaws of characters a main focus? Yes
2.5
Actual rating: 2,5
Buku ini emang bukan mangkukku aja. Penggambaran karakternya kurang cocok dengan selera plus rasanya agak kurang konsisten, terutama karakter Merry yang emang nggak jelas dia lebih ke A atau B.
Jadi, ceritanya Merry diselamatkan Aditya saat pernikahan salah satu sahabat mereka. Lima tahun kemudian, keduanya kembali dipertemukan dan menjadi lebih dekat, lebih dekat dari sekadar teman atau sahabat. Puncaknya, Aditnya melamar Merry. Beberapa orang melihat hubungan mereka terlampau singkat untuk naik ke tingkat yang lebih serius, Merry pun awalnya ragu. Sampai pernikahan terlaksana, tidak ada yang berubah, tidak ada yang aneh. Sebelum Merry mendapati bahwa Aditya masih memiliki bayangan akan wanita yang dicintainya di masa lalu.
Sekilas, kehidupan Merry macam Cinderella. Dari yang awalnya nggak punya apa-apa, menjadi apa-apa, apalagi dapat pasangan yang istilahnya "magnet" buat para wanita lajang. Formula cerita semacam ini memang banyak dipakai dan nggak memungkiri, dengan eksekusi yang baik, aku suka membaca trope serupa. Masalahnya, karakter Merry ini agak mengganggu.
Pertama, nggak jelas apakah dia ini maunya jual mahal dulu atau tipe yang langsung gas karena beberapa kali sifatnya berubah. Kedua, dia terlalu kikuk. Parah sampai kupikir, apakah memang ada orang semacam ini? Well, mungkin ada, ya, karena nggak pernah ketemu bukan berarti nggak ada, tapi rasanya agak keterlaluan polosnya. Kalau boleh diibaratkan, selama membaca karakter Merry yang begini dan begitu berasa lagi lihat karakter di sinetron saluran ikan terbang yang disakiti sama tokoh antagonis tetap legowo. Segreget itu.
Ketiga, emosinya dull. Harus kuakui, susah menaruh simpati ke karakter-karakter di sini karena emosinya kurang tersampaikan dengan baik. Terlalu banyak penjelasan yang berfokus pada penggambaran Merry yang begini dan begitu, seolah dia ini memang sangat perlu dikasihani oleh pembaca. Yah, kecuali bagian akhir, sih.
Aku tambah 0,5 karena konflik akhirnya bisa menyentil emosiku, setidaknya bisa bikin bersimpati ke Merry karena ternyata ... yah, silakan dibaca sendiri dan rasakan sensasinya. Kurasa, penulis bermain aman baik dengan kekurangan karakter maupun konfliknya, sehingga penyelesaiannya nggak memakan jalan yang rumit.
Next, bakal coba baca buku penulis yang lain, barangkali nemu yang klik.
Buku ini emang bukan mangkukku aja. Penggambaran karakternya kurang cocok dengan selera plus rasanya agak kurang konsisten, terutama karakter Merry yang emang nggak jelas dia lebih ke A atau B.
Jadi, ceritanya Merry diselamatkan Aditya saat pernikahan salah satu sahabat mereka. Lima tahun kemudian, keduanya kembali dipertemukan dan menjadi lebih dekat, lebih dekat dari sekadar teman atau sahabat. Puncaknya, Aditnya melamar Merry. Beberapa orang melihat hubungan mereka terlampau singkat untuk naik ke tingkat yang lebih serius, Merry pun awalnya ragu. Sampai pernikahan terlaksana, tidak ada yang berubah, tidak ada yang aneh. Sebelum Merry mendapati bahwa Aditya masih memiliki bayangan akan wanita yang dicintainya di masa lalu.
Sekilas, kehidupan Merry macam Cinderella. Dari yang awalnya nggak punya apa-apa, menjadi apa-apa, apalagi dapat pasangan yang istilahnya "magnet" buat para wanita lajang. Formula cerita semacam ini memang banyak dipakai dan nggak memungkiri, dengan eksekusi yang baik, aku suka membaca trope serupa. Masalahnya, karakter Merry ini agak mengganggu.
Pertama, nggak jelas apakah dia ini maunya jual mahal dulu atau tipe yang langsung gas karena beberapa kali sifatnya berubah. Kedua, dia terlalu kikuk. Parah sampai kupikir, apakah memang ada orang semacam ini? Well, mungkin ada, ya, karena nggak pernah ketemu bukan berarti nggak ada, tapi rasanya agak keterlaluan polosnya. Kalau boleh diibaratkan, selama membaca karakter Merry yang begini dan begitu berasa lagi lihat karakter di sinetron saluran ikan terbang yang disakiti sama tokoh antagonis tetap legowo. Segreget itu.
Ketiga, emosinya dull. Harus kuakui, susah menaruh simpati ke karakter-karakter di sini karena emosinya kurang tersampaikan dengan baik. Terlalu banyak penjelasan yang berfokus pada penggambaran Merry yang begini dan begitu, seolah dia ini memang sangat perlu dikasihani oleh pembaca. Yah, kecuali bagian akhir, sih.
Aku tambah 0,5 karena konflik akhirnya bisa menyentil emosiku, setidaknya bisa bikin bersimpati ke Merry karena ternyata ... yah, silakan dibaca sendiri dan rasakan sensasinya. Kurasa, penulis bermain aman baik dengan kekurangan karakter maupun konfliknya, sehingga penyelesaiannya nggak memakan jalan yang rumit.
Next, bakal coba baca buku penulis yang lain, barangkali nemu yang klik.