Take a photo of a barcode or cover
nana89's review against another edition
3.0
Ini buku ketiga Okky Madasari yang saya baca setelah 'Entrok' dan '86'. Seperti di ketiga buku sebelum 'Pasung Jiwa', Okky Madasari membahas isu sosial dalam novelnya. Kali ini dengan tema kebebasan dalam kisah LGBT. Gaya penceritaan Okky Madasari sangat baik, cara bertuturnya sangat ringkas, tidak bertele-tele, dan tepat sasaran. Narasi dan dialog pada novel keempatnya ini cukup baik. Mengapa saya bilang cukup baik? Karena dialog dan narasi pada novel ini tidak sebaik 'Entrok'. Well, menurut saya, sih. Namun secara keseluruhan, novel ini bagus. Sesuai dengan judulnya, novel ini berfokus mengenai topik kebebasan jiwa, kebebasan memilih, dan kebebasan untuk hidup sesuai dengan pilihan yang kita mau. Tanpa takut harus terinjak oleh norma kenormalan yang menjadi norma standar dalam masyarakat. Bravo, Mbak Okky! :)
belandjar's review against another edition
5.0
Menyelesaikan reading challenge pertamaku di makan siang hari ini. Sayang sekali, cerita ini ditutup dengan antiklimaks. Meski, secara keseluruhan aku menyukai cerita yang disuguhkan oleh Mbak Okky. Gaya tulisannya pun telah memikatku sejak kali pertama. Jadi, ya wajar saja kalau kuberikan semua bintang yang ada untuk tulisannya.
Aku merasa bahwa Pasung Jiwa adalah sebuah bentuk protes atas kondisi sosial yang tidak adil untuk banyak hal, bukan hanya untuk orang-orang seperti Sasa tapi juga protes atas apa yang dilakukan oleh Jaka Baru dan kelompoknya.
Dari buku ini, aku kembali mengenal soal kemanusiaan dan kebebasan dalam makna yang lebih luas dan dalam dibandingkan sebelumnya. Meski tak sepenuhnya aku bias setuju dan mengamini soal spektrum lain di luar maskulinitas dan feminisme atau laki-laki dan perempuan, aku cukup terkejut dengan kenyataan bahwa Sasa tidak seperti yang kubayangkan. Ia menjadi contoh kekayaan spektrum seksualistas manusia yang kurasa, aku perlu menggalinya lebih dalam lagi untuk lebih memahami.
Selain itu, Mbak Okky pun menunjukkan cinta kasih orang tua yang benar-benar tak terbatas dan tak meminta balasan. Ibu Sasana yang memutuskan untuk pergi dan mendampingi anaknya meski banyak sekali orang menolaknya. Ia bahkan mendukung Sasa sepenuh hati, menyemangati Sasa dan mendorongnya untuk tidak setengah-setengah dalam menggapai impian, yang juga kebebasannya.
Untuk transformasi Jaka Wani menjadi Jaka Baru, aku cukup terhubung dengan hal ini karena pernah berada di lingkungan yang sama dengan kelompok ini. Namun, aku tidak tahu dengan detail kegiatan mereka kecuali ceramah sampai dengan pukul 23.00 setiap Rabu malam yang jelas mengangguku. Sebab ceramah mereka bukanlah ceramah yang dicontohkan oleh Rasul yang lemah lembut dan merangkul umat. Ceramah mereka berisik dan penuh dengan menghardik. Aku tak suka.
Tetapi ketika Mbak Okky membawa sisi ini ke dalam bukunya, aku jadi mengetahui lebih banyak. Mereka orang-orang yang berlindung di balik agama padahal bertindak semena-mena. Seakan paling sholeh karena membela dan memperjuangkan agama, padahal mereka juga melakukan perbuatan dosa: menghancurkan milik orang lain, meminum bir yang mereka curi atau bahkan melecehkan orang yang mereka anggap nista, seperti Sasa. Belum lagi, kongkalikong dengan pihak kepolisian. Jengah sekali aku membacanya.
Untuk perkembangan karakternya, aku tetap suka Sasa, entah dia menjadi Sasa atau Sasana. Sama saja. Sementara, Cak Jek, Jaka Wani atau Jaka Baru sekalipun, di mataku tak lain hanyalah pecundang. Aku menganggap dia tokoh antagonis di sepanjang cerita ini. Ia yang menjerumuskan Sasana menjadi Sasa, kehilangan banyak hal dalam hidupnya tapi dengan sok pahlawan kembali datang dan menawarkan kebebasan. Lucu sekali. Sungguh naif.
Jadi, begitulah perjalananku dengan Pasung Jiwa selama hampir satu bulan ini. Sebuah buku yang ku beli untuk mengikuti reading challenge dan aku tidak merasa rugi sama sekali.
Aku merasa bahwa Pasung Jiwa adalah sebuah bentuk protes atas kondisi sosial yang tidak adil untuk banyak hal, bukan hanya untuk orang-orang seperti Sasa tapi juga protes atas apa yang dilakukan oleh Jaka Baru dan kelompoknya.
Dari buku ini, aku kembali mengenal soal kemanusiaan dan kebebasan dalam makna yang lebih luas dan dalam dibandingkan sebelumnya. Meski tak sepenuhnya aku bias setuju dan mengamini soal spektrum lain di luar maskulinitas dan feminisme atau laki-laki dan perempuan, aku cukup terkejut dengan kenyataan bahwa Sasa tidak seperti yang kubayangkan. Ia menjadi contoh kekayaan spektrum seksualistas manusia yang kurasa, aku perlu menggalinya lebih dalam lagi untuk lebih memahami.
Selain itu, Mbak Okky pun menunjukkan cinta kasih orang tua yang benar-benar tak terbatas dan tak meminta balasan. Ibu Sasana yang memutuskan untuk pergi dan mendampingi anaknya meski banyak sekali orang menolaknya. Ia bahkan mendukung Sasa sepenuh hati, menyemangati Sasa dan mendorongnya untuk tidak setengah-setengah dalam menggapai impian, yang juga kebebasannya.
Untuk transformasi Jaka Wani menjadi Jaka Baru, aku cukup terhubung dengan hal ini karena pernah berada di lingkungan yang sama dengan kelompok ini. Namun, aku tidak tahu dengan detail kegiatan mereka kecuali ceramah sampai dengan pukul 23.00 setiap Rabu malam yang jelas mengangguku. Sebab ceramah mereka bukanlah ceramah yang dicontohkan oleh Rasul yang lemah lembut dan merangkul umat. Ceramah mereka berisik dan penuh dengan menghardik. Aku tak suka.
Tetapi ketika Mbak Okky membawa sisi ini ke dalam bukunya, aku jadi mengetahui lebih banyak. Mereka orang-orang yang berlindung di balik agama padahal bertindak semena-mena. Seakan paling sholeh karena membela dan memperjuangkan agama, padahal mereka juga melakukan perbuatan dosa: menghancurkan milik orang lain, meminum bir yang mereka curi atau bahkan melecehkan orang yang mereka anggap nista, seperti Sasa. Belum lagi, kongkalikong dengan pihak kepolisian. Jengah sekali aku membacanya.
Untuk perkembangan karakternya, aku tetap suka Sasa, entah dia menjadi Sasa atau Sasana. Sama saja. Sementara, Cak Jek, Jaka Wani atau Jaka Baru sekalipun, di mataku tak lain hanyalah pecundang. Aku menganggap dia tokoh antagonis di sepanjang cerita ini. Ia yang menjerumuskan Sasana menjadi Sasa, kehilangan banyak hal dalam hidupnya tapi dengan sok pahlawan kembali datang dan menawarkan kebebasan. Lucu sekali. Sungguh naif.
Jadi, begitulah perjalananku dengan Pasung Jiwa selama hampir satu bulan ini. Sebuah buku yang ku beli untuk mengikuti reading challenge dan aku tidak merasa rugi sama sekali.
yasdaisies's review against another edition
adventurous
dark
emotional
sad
medium-paced
5.0
Karya kedua dari Okky Madasari yg aku baca. DARK BANGET SUMPAH....
Honestly, nguras energi banget baca ini. Mau marah sumpah. Tiap baca pov Sasa gue sedih banget, pengen peluk Sasa huhu🥺🫂
Overall, ceritanya udah bagus banget tapi gue kurang suka sama endingnya karna endingnya gantung😞😞😞
Honestly, nguras energi banget baca ini. Mau marah sumpah. Tiap baca pov Sasa gue sedih banget, pengen peluk Sasa huhu🥺🫂
Overall, ceritanya udah bagus banget tapi gue kurang suka sama endingnya karna endingnya gantung😞😞😞
annabelle_vlr's review against another edition
challenging
dark
emotional
sad
slow-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
3.5
adorablerhea13's review
1.0
Badly translated.
If I count how many 'I' in one long paragraph, I would be a billionaire right now.
Translator tidak mampu menuangkan cerita dengan caranya sendiri tanpa menerjemahkan dengan cara yang literal. Kaya cuma di copas ke google translate dan dicetak. Disappointed.
Don't even started with those dangdut lyrics, ridiculous.
Ceritanya juga kaya sinetron banget. Ngerti sih sama point yg mau disampaikan, apalagi udah mulai bawa2 sejarah orba, tapi pendekatan yang diambil penulis terlalu berlebihan.
Caranya membuat Sasana membenci laki-laki juga kurang kuat. Tak diceritakan secara mendetail why exactly dia suka sama Melati. Tiba tiba karena adiknya lebih cantik dan mulus aja dia suka? Really?
Buat background information sebuah karakter sih menurutku terlalu shallow.
Cuma bisa kelar sampe 20-an halaman.
If I count how many 'I' in one long paragraph, I would be a billionaire right now.
Translator tidak mampu menuangkan cerita dengan caranya sendiri tanpa menerjemahkan dengan cara yang literal. Kaya cuma di copas ke google translate dan dicetak. Disappointed.
Don't even started with those dangdut lyrics, ridiculous.
Ceritanya juga kaya sinetron banget. Ngerti sih sama point yg mau disampaikan, apalagi udah mulai bawa2 sejarah orba, tapi pendekatan yang diambil penulis terlalu berlebihan.
Caranya membuat Sasana membenci laki-laki juga kurang kuat. Tak diceritakan secara mendetail why exactly dia suka sama Melati. Tiba tiba karena adiknya lebih cantik dan mulus aja dia suka? Really?
Buat background information sebuah karakter sih menurutku terlalu shallow.
Cuma bisa kelar sampe 20-an halaman.
violetavoila's review against another edition
4.0
Sasana dan Jaka sama-sama terpasung dan terkurung. Baik jiwanya, tubuhnya, dan pikirannya.
Sasana digambarkan sebagai seorang berjiwa perempuan yang terkurung dalam tubuh lelaki. Sedangkan Jaka digambarkan sebagai seorang lelaki yang pandai bicara namun terlalu takut dalam mengambil keputusan dan tindakan, pengecut. Keduanya sama-sama terpasung dan terkurung.
Mereka berdua awalnya bertemu di warung Cak Man dan kemudian memutuskan untuk mengamen bersama dengan tujuan agar menjadi orkes dangdut terkenal. Sasana selalu mengikuti masukan dan nasehat dari Cak Jek/Jaka karna selama mengamen bersamanya, Sasana merasa bebas dan dapat menjadi dirinya sendiri. Namun perjalanan karir mereka tidak semudah yang direncanakan karena mereka harus berhadapan dengan kejamnya siksa hukuman dari para tentara yang tidak hanya menghancurkan fisik mereka saja, namun juga mental. Hukuman yg mereka terima, selamanya membekas dalam diri mereka dan memberikan rasa trauma yg besar.
I like the way the author wrote the two characters' points of view alternately. I came to know what they felt and the upheaval that was going on within them. I think their story is verrrryyyyy very tragic. I feel sad and so sorry for both of them.
Isu-isu sosial yang diangkat dalam novel ini terasa dekaaaatttt sekali dengan realita di luar sana. Seorang laki-laki yang harus jadi laki-laki, ga boleh berdandan layaknya perempuan walaupun ia sangat menyukainya. Buruh yang selalu diperas tenaganya tanpa dihargai jasanya dan bahkan haknya tidak diberikan dengan adil. Ketidakadilan dalam lingkungan pekerjaan. Orang-orang kaya yang merasa selalu bisa berbuat seenaknya, selalu merendahkan dan menindas orang miskin. Suara-suara rakyat miskin yang kesusahan dengan gampangnya dibungkam. Perempuan-perempuan yang nggak punya hak atas tubuhnya sendiri. Pokoknya banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dan dibahas di buku ini yang mungkin kita sendiri nggak sadar kalau kejadian seperti itu ada di lingkungan sekitar kita. Atau mungkin kita sadar tapi kita memilih untuk diam aja menyaksikan penderitaan mereka karena kita terlalu takut untuk ikut terseret masalah
Sasana digambarkan sebagai seorang berjiwa perempuan yang terkurung dalam tubuh lelaki. Sedangkan Jaka digambarkan sebagai seorang lelaki yang pandai bicara namun terlalu takut dalam mengambil keputusan dan tindakan, pengecut. Keduanya sama-sama terpasung dan terkurung.
Mereka berdua awalnya bertemu di warung Cak Man dan kemudian memutuskan untuk mengamen bersama dengan tujuan agar menjadi orkes dangdut terkenal. Sasana selalu mengikuti masukan dan nasehat dari Cak Jek/Jaka karna selama mengamen bersamanya, Sasana merasa bebas dan dapat menjadi dirinya sendiri. Namun perjalanan karir mereka tidak semudah yang direncanakan karena mereka harus berhadapan dengan kejamnya siksa hukuman dari para tentara yang tidak hanya menghancurkan fisik mereka saja, namun juga mental. Hukuman yg mereka terima, selamanya membekas dalam diri mereka dan memberikan rasa trauma yg besar.
I like the way the author wrote the two characters' points of view alternately. I came to know what they felt and the upheaval that was going on within them. I think their story is verrrryyyyy very tragic. I feel sad and so sorry for both of them.
Isu-isu sosial yang diangkat dalam novel ini terasa dekaaaatttt sekali dengan realita di luar sana. Seorang laki-laki yang harus jadi laki-laki, ga boleh berdandan layaknya perempuan walaupun ia sangat menyukainya. Buruh yang selalu diperas tenaganya tanpa dihargai jasanya dan bahkan haknya tidak diberikan dengan adil. Ketidakadilan dalam lingkungan pekerjaan. Orang-orang kaya yang merasa selalu bisa berbuat seenaknya, selalu merendahkan dan menindas orang miskin. Suara-suara rakyat miskin yang kesusahan dengan gampangnya dibungkam. Perempuan-perempuan yang nggak punya hak atas tubuhnya sendiri. Pokoknya banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dan dibahas di buku ini yang mungkin kita sendiri nggak sadar kalau kejadian seperti itu ada di lingkungan sekitar kita. Atau mungkin kita sadar tapi kita memilih untuk diam aja menyaksikan penderitaan mereka karena kita terlalu takut untuk ikut terseret masalah
yangmuliadiva's review against another edition
4.0
Persoalan sosial. Sangat menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi kaum marginal. Complicated. Ruwet. Banyak lika-liku kehidupan. Peran keluarga, kehidupan jalanan, buruh pabrik, penerimaan diri, tatanan sosial dan aturan-aturannya, dilema pilihan hidup. Kebebasan ... apakah itu kebebasan?
kalamala's review against another edition
challenging
dark
emotional
tense
medium-paced
4.25
Minor: Bullying, Sexual assault, Sexual violence, Suicide, Police brutality, and Abortion
blackswazn's review
kebebasan, gender, seksualitas, queerphobia, agama, ketenagakerjaan, politik, bullying, penyalahgunaan kekuasaan. buku ini mengangkat isu-isu penting dan dikemas dengan sempurna.
words can't describe how much 'bound' means to me. as a non-binary person, i find sasa really relatable, though we're not exactly the same. this book made me feel seen and heard. my hometown is used as one of the settings, that made the story feel so real to me.
i'm glad to know that this book is loved by many people.
words can't describe how much 'bound' means to me. as a non-binary person, i find sasa really relatable, though we're not exactly the same. this book made me feel seen and heard. my hometown is used as one of the settings, that made the story feel so real to me.
i'm glad to know that this book is loved by many people.
rahmamutiaa's review against another edition
adventurous
challenging
dark
emotional
inspiring
sad
tense
medium-paced
5.0