Reviews

Bound by Okky Madasari

deep_hanshine's review against another edition

Go to review page

5.0

Buku ini berlatar tahun 1990an hingga awal 2000an. Yup era orde baru-reformasi. Yang mana banyak hal yang "ditentang" pada zaman itu. Buku ini menceritakan tentang Sasana sedari kecil, hingga di bangku kuliah is bertemu dengan Cak Jek. Cerita mereka dimulai dari sini.

Buku ini cukup bikin aku kewalahan dalam membacanya, karena mulai dari awal bab hingga akhir beneran kayak aku ngerasa dibawa masuk ke dalam cerita dan seolah-olah dikasih tunjuk langsung bagaimana penderitaan yang mereka lalui. KRITIK SOSIAL DI BUKU INI BERANI BANGET??? dan yaaa aku suka!

Pas aku bacanya rasanya aku mau marah, mau ngumpat, mau teriak, mau nangis (nangis beneran sih). Tahu kisah mereka tuh jadi kepikiran kalo dunia ini kejam banget yaa? I want to protect Sasa at all cost.

pujiprahayu03's review against another edition

Go to review page

4.0

Pasung Jiwa - Okky Madasari

4 dari 5 bintang

Seluruh hidupku adalah perangkap. Tubuhku adalah perangkap pertamaku. Lalu orangtuaku, lalu semua orang yang kukenal. Kemudian segala hal yang kuketahui, segala sesuatu yang kulakukan. Semua adalah jebakan-jebakan yang tertata di sepanjang hidupku. Semuanya mengurungku, mengungkungku menjadi tembok-tembok tinggi yang menjadi perangkap sepanjang tiga puluh tahun usiaku. — Sasana, hlm. 293.


Pernahkah kalian memikirkan, apakah kehendak bebas itu benar-benar ada? Memang dikatakan kalau Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat karena kita adalah manusia. HAM merupakan satu hal yang universal dan dimiliki oleh setiap orang, dimanapun mereka berbeda. Adanya HAM seolah-olah menjamin bahwa kebebasan seseorang dalam berlaku dan bertindak dapat terjadi. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, apakah setiap keputusan yang kita ambil, tindakan yang kita lakukan, murni pengejawantahan dari kehendak bebas yang kita miliki? Apakah benar, kita ini memiliki kehendak bebas? Bukankah pada akhirnya keseluruhan keputusan yang kita ambil dan tindakan yang kita lakukan merupakan hasil kontemplasi dari batasan-batasan yang ada dalam masyarakat? Batasan-batasan yang tanpa sadar telah mengekang kehendak bebas kita.

Melalui kisah Sasana dan Jaka Wani, kita akan diajak menyelami apa itu kebebasan yang ada dalam hidup kita.

Resensi lengkap dapat dibaca di http://prayrahayusbook.blogspot.co.id/2017/08/resensi-pasung-jiwa-okky-madasari.html

anotasikertas's review against another edition

Go to review page

adventurous challenging dark reflective tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.75

sapiensblud's review against another edition

Go to review page

4.0

Kebebasan itu didapatkan kalau rasa takut sudah hilang, bagian ini ganggu banget dan bikin overthinking 24 jam. Apa artinya selama ini hidupku gak bebas karena setiap hari dirundung ketakutan?

marinazala's review against another edition

Go to review page

3.0

** Books 133 - 2014 **

Novel ini menceritakan kebebasan yang dicari oleh SaSana dan Jaka Wani.. yahh mereka berdua mencoba mencari kebebasan dimaha segala sesuatunya tidak mengikat dan tidak ada tatanan masyarakat yang perlu diikuti

aku belajar banyak dari kalian semua. Dan seperti yang dulu aku bilang aku tak melihat ada masalah dalam jiwa-jiwa kalian. orang orang diluar kakianlah yg punya masalah. menganggap kalian harus disingkirkan karena kalian merusak tatanan, Masita, hal. 151

sasana atau sasa yg berprofesi sebagai penyanyi dangdut biduan dicemooh dan dikucilkan dari tatanan masyarakat.. jeruji2 dan tembok2 tinggi selalu menghimpitnya.. ia sudah tidak tahu lagi jiwanya sasa atau sasana.. tapi dia tahu keduanya adalah bagian hidupnya..

novel ini mengangkat tema yg menarik menurut saya. isu transgender, kebebasan yang semu menghiasi novel ini.. sayang endingnya kurang menggigit menurut saya.. klo endingnya dibuat klimaks lagi bisa novel ini saya berikan 4 bintang.. klo sekarang cukup 3,3 dari 5 bintang deh! :*

astalaa's review against another edition

Go to review page

5.0

Pasung Jiwa
⭐⭐⭐⭐⭐
Tw // suicide, adult scenes, rape, murder,
Age range 18/19+

Pasung jiwa sangat diluar ekspektasiku. Cerita yang sangat memainkan perasaanku. Dan aku tidak berpikir akan sedark itu.

Penokohan sasana dan sasa mampu membelah perasaanku. Di satu bagian, aku sangat iri dengan melati yang mempunyai sosok kakak seperti sasana. Disatu sisi, aku sangat merasa sedih, kosong, bingung, takut, senang, marah akan sosok sasa.

Kehampaan, keterikatan, kepasungan, keterkuncinya jiwa sasana hingga membuatnya kehilangan eksistensi dirinya sendiri, dan begitu pula dengan banua, dan mungkin orang² dengan anggapan kesakit jiwaannya oleh masyarakat mampu menghadirkan emosi tersendiri bagiku.

Untuk sosok Jaka Wani sendiri, aku sedikit tidak menyukai sikapnya. Banyak tindakan yang didorongnya namun sejalan dengan itu ia melepaskannya, tanpa pertanggung jawaban (bagiku). Perempuan² yang bersinggungan dengannya, aku mempertanyakan nasibnya akibat perbuatan yang ia tinggalkan begitu saja?!.

Sifatnya saat menjadi pemimpin laskar pun semakin meradangkan amarahku. Kalimatnya yang "MELAKUKAN DENGAN BENCONG BUKAN ZINA, TO?" Sangat² menyakitiku, dan membuatku miris serta tersedu. Bagaimana bisa mereka sedemikian bejatnya?, Apa itu polisi, tentara dan laskar yang dalam teriaknya menyerukan keadilan dan kesucian keagamaan namun dibaliknya sebegitu menjijikannya layaknya binatang?!.

Selain itu, tokoh yang cukup ku sorot yaitu sosok Ibu dari Sasana. Kelapangan hatinya, sangat² membuatku terenyuh dan meneteskan air mata. Dan mampu menyadarkanku bahwa sosok terbaik untuk pulang adalah Ibu (meski ini tidak dialami semua orang).

Pengangkatan isu pemerkosaan dan kejahatan² yang dilakukan "pihak² berseragam" menurutku mampu memantik rasa pembaca. Unsur eksistensialis juga sangat² menarik, dan membuatku kembali menimang eksistensi diriku sendiri.

Dalam buku Pasung Jiwa ini, kak okky madasari banyak sekali memberiku pelajaran mengenai banyak hal. Dan mungkin tentang beberapa hal yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Buku yang sangat bagus dan cantik dengan plottwist yang tidak bisa aku tebak.

Salah satu kutipan yang aku ingat dan amaze itu bagian:
"Lebih bejatma mana? Kami yang jual badan atau kalian yang jual Tuhan untuk cari uang?"

Love this book!!

antariksach's review against another edition

Go to review page

4.0

sangat suka gaya bercerita mba Okky di sini. soal gaya bercerita ini favorit keduaku setelah Entrok. rapi, runut, tertata, ngga berantakan kayak Kerumunan Terakhir atau kering kayak 86. soal permasalahan yg diangkat, buatku lebih seru Entrok dan 86 yg penuh kebusukan dan keputusasaan. soal mana yg paling memberi perasaan "ringan", ternyata masih lebih "ringan" Pasung Jiwa ini ketimbang 86. mungkin karena Pasung Jiwa lebih sedikit urusan politiknya, mungkin karena ada sedikit cerita tentang masa remaja (yha tetep), mungkin karena Pasung Jiwa terfokus pada pencarian jati diri dan aspek aspek sosiokultural yg membuat seseorang merasa tersekap dalam dirinya sendiri. ngga kebanyakan politik meskipun masih nyenggol ke situ juga. hal hal yg berkaitan dgn seksualitas juga diceritakan seperlunya saja. cuman ending-nya aja yg agak mengagetkan karena rasanya tahu tahu saja berhenti di situ.

dreeva's review against another edition

Go to review page

3.0

Saya penyuka karya Okky Madasari.
Tapi entah kenapa di buku ini saya harus bilang agak kebanyakan yang mau disampaikan.
Saya diawal berpikir ini cuma soal Sasana dengan jiwa Sasa.
Saya mendapati Jaka dengan jiwanya yang kesana kemari.
Ada pengacara yang tak mampu apa-apa ketika dihadapkan dengan pejabat walau itu kasus anaknya sendiri.
Ada hilangnya buruh pabrik dan dikaitkan dengan PKI.
ada sebuah laskar yang mengatasnamakan Islam, seperti FPI?
Pelecehan seksual. Prostitusi dengan isu penggunaan kondom.

Kebebasan itu tema besarnya. Bebas dengan jiwa yang memang kita rasakan dan inginkan.

Tidak ada yang jiwa yang bermasalah. Yang bermasalah itu adalah hal-hal yang ada diluar jiwa itu. Yang bermasalah itu kebiasaan, aturan, orang-orang yang mau menjaga tatanan ~ Marsita.

concreads's review against another edition

Go to review page

5.0

Pasung Jiwa menceritakan tentang kisah Sasa dan Jaka Wina menuju kebebasan setelah bertubi-tubi dilanda kebrutalan dalam kehidupan. Dalam buku ini terbagi dua sudut pandang, dari seorang Sasa dan Jaka Wina.

Sasa memiliki nama asli Sasana, seorang laki-laki yang mencintai musik dangdut, pandai bergoyang, dan merasa terkungkung di dalam jiwanya. Sejak kecil Sasa diharuskan mempelajari musik klasik yang bukan keinginannya. Sasa juga iri dengan segala yang dimiliki oleh Melati, adik kecil perempuannya. Ia iri dengan tubuh, pakaian, dan pernak-pernik Melati. Perjalanan Sasa bersama musik dangdut berawal dari diam-diam mendengarkan musiknya melalui radio kecil milik Mbak Minah hingga akhirnya Sasa mulai berani bergoyang dan tampil di depan khalayak bersama Jaka Wina, lebih akrab dipanggil Cak Jek, saat seharusnya ia berkuliah di Malang. Bersama Cak Jek, Leman, dan Memed, ia mengamen dari perempatan hingga perempatan sampai mendapatkan panggilan manggung kecil-kecilan. Tanpa Cak Jek, tidak mungkin ada Sasa dalam hidup Sasana.

Semua berjalan seperti biasa hingga Cak Man, seorang kenalan mereka, meminta tolong untuk menyelamatkan putrinya yang tiba-tiba menghilang setelah membela hak sesama buruh di pabrik tempatnya bekerja. Sasa, Cak Jek, Leman, Memed, dan Cak Man melakukan perlawanan. Tak disangka, perlawanan itu menjadi pembuka bagi penderitaan dan perjalanan hidup yang lebih kejam dan menyakitkan bagi hidup Sasa dan Cak Jek hingga menuju kebebasan yang didambakan.

Aku sangat menyukai buku ini. Aku sampai bertanya kepada diriku sendiri, "Kenapa aku baru membaca buku sebagus ini sekarang?". Segalanya disampaikan dengan lugas dan tidak berbelit-belit. Menurutku, Okky sukses menyampaikan isu sosial bermasyarakat melalui buku ini. Aku belajar tentang keadaan nyata yang terjadi sesungguhnya di negara ini. Tentang hal yang dianggap tidak normal saat ada yang tidak melakukan suatu hal sesuai dengan tatanan sehingga harus disingkirkan dari masyarakat, tentang arti kebebasan sesungguhnya yang mungkin dapat berbeda bagi setiap orang, serta tentang ketidakadilan bagi para buruh yang hanya ingin menuntut haknya untuk dipenuhi dan dibela.

Friendly reminder: Saat membaca buku ini, usahakan emosi dan mentalmu dalam keadaan stabil ya. Menurutku, kisah yang disajikan dapat terasa draining banget kalau kamu ngga siap. Aku ngga berekspektasi bakalan semenyedihkan itu kisahnya. Bahkan sempat kewalahan sendiri dan mau menyerah, tapi aku coba pelan-pelan mulai baca lagi dan ngga nyangka juga bisa selesai.

Rating: 5/5 ⭐

rixinshuo's review against another edition

Go to review page

5.0

•[⭐ 5/5 ⭐]•



[ "Kebebasan baru ada jika ketakutan sudah tak ada." ]



BUKU SEBAGUS INI BARU DIBACA SEKARANG, GW KEMANA AJA SELAMA INI??? Dari segi plot, karakterisasi, isu yang diangkat benar-benar bukan main