blackferrum's reviews
618 reviews

Anggara Kasih by Tian Topandi

Go to review page

dark informative mysterious tense fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

2.75

Actual rating: 2,8

Lingkunganku nggak terlalu terpengaruh dengan weton. Dianggap ada, tapi cuma sebagai simbol, nggak ada yang spesial. Mungkin karena nggak terlalu berpengaruh jadi nggak selalu jadi patokan. Aku baru tahu ada weton yang dianggap "spesial" dan bisa mengundang kekuatan makhluk tak kasat mata baru-baru ini dan now I know arti kalimat yang selalu diucapkan para orang tua soal "jangan kasih tahu wetonmu ke orang asing, atau kamu bakal disantet".

Anggara Kasih has it. Ceritanya diawali dari kelahiran seorang anak yang memiliki weton "istimewa", lahir di malam 1 suro hari Selasa Kliwon. Pembaca diajak menebak siapa sosok yang punya weton dengan panggilan Anggara Kasih ini di bab pertama. Mengingat banyak yang ambis di kantor, banyak tebakan soal sosoknya, terlebih yang disorot pertama bukan MC.

Sebenarnya, kupikir di awal bakalan nebak terus siapa si bayi yang punya weton istimewa di awal. Jadi, tebakan pemanasan begitulah, tapi ternyata setelah bab dua langsung di-reveal orangnya. Dan dari sini alurnya mulai membingungkan. Eh, lebih ke karakterisasi semua karakternya yang bikin bingung. Sempat kaget dengan kecepatan alurnya sampai ngerasa kayak keseret mobil juga macam ilustrasi kovernya (eh,  cuma perumpamaan, jangan sampe kejadian beneran, naudzubillah).

Kuakui premisnya oke dan mengangkat genre horor bercampur tema weton + pesugihan begini bisa dibilang berani. Well, kalau dibilang unik nggak juga ya karena kenyataannya banyak cerita horor yang kutahu memakai tema serupa. Tapi, sayang cuma satu, emosi karakternya sama sekali nggak sampai ke pembaca. Ini yang bikin aku sendiri merasa kayak cerita ini cuma bahas alur aja, tanpa penyokong unsur lainnya.

Kesan mencekam juga untuk ukuran horor agak kurang nendang. Kupikir karena bekejaran dengan alur, rasanya kesan mistis atau apa pun itu nggak bisa imbang. Oh, sebenarnya ada beberapa hole, sih, tapi kayaknya kalau aku reveal satu-satu bakalan spoiler banget. Aku sebut salah satunya aja deh yang nggak begitu spoiler amat, bagian Alana yang percaya banget sama Susan. Well, dia digambarkan jadi wanita mandiri selama bertahun-tahun, punya rasa engagement ke orang apalagi bener-bener percaya itu agak kurang sinkron. Harusnya dia curiga dulu, dong, sama Susan. Eh, ini di "penyelamatan" nggak sengaja malah langsung hooh-hooh aja.

Satu lagi, Jemmi kenapa annoying banget as partner kerja, ya? Caranya dia nyuruh handle kerjaan sementara dia bisa fokus ke kasusnya Aruna itu bikin geleng-geleng, sih. Aku sempat berpikir apa penulis sengaja bikin karakter Jemmi kayak gitu biar "mempermudah" jalan dia buat membantu Aruna. Soalnya kayak nggak mungkin, dong, kalau bukan ranah kasusnya si Jemmi bisa enak banget dapat kelonggaran menyelidiki kasus itu, padahal dia punya kerjaannya sendiri. Poor, Aditya, mesti ketiban beban kerja karena rekannya bulol :(

Mungkin kalau buku ini diangkat ke layar lebar bakal lebih kebentuk visualisasinya. Atau yang suka horor dengan campuran misteri begini bisa coba baca, siapa tau masuk ke selera. Ini kali pertama baca buku dari penulis, jadi kepengin baca buku-bukunya lain.

Expand filter menu Content Warnings
Trending Topic by Niallgina

Go to review page

emotional funny lighthearted reflective fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

Wow, aku beneran namatin dalam semalam? Astagaaa. Tapi emang bukunya page-turner plus aslinya kesel aja sih, sama akun lambe-lambean dan sensasi medsos yang bikin darting. Gedeg banget, lah.

Kesan pertama pas baca; tulisannya enak buat dibaca. Terus sempet mikir pas baca blurb, kalo emang Maudya udah jadian sama Uda, terus nanti alur dan konfliknya bakal berkembang ke arah mana? Ternyata, start-nya nggak dimulai dari situ dan aku cukup puas dengan jungkir balik hubungan asmara Maudya. Beneran, kalo bangunannya nggak anti badai udah bye beneran kali, ya.

Ilustrasi sampulnya kelihatan mewah gitu, ya, eh apa sih istilahnya. Pokoknya berkelas gitu, lah, tapi ternyata sosok Maudya sendiri malah enjoy aja diajak ke tempat-tempat yang kalo orang lihat bakal refleks bilang, "eh, serius dia di situ?" dan thanks to penulisnya nggak bikin banyak drama atau sifat menye di diri Maudya. Well, menye atau manja sekalian nggak masalah sih, toh dia begitu ke mas pacar.

Hal yang aku syukuri lagi, voice Uda nggak meleber. Yah, ada beberapa bagian yang intinya kayak serius dia begitu? Tapi kayaknya karena (lagi-lagi) pemilihan dialog tag/dialog aksinya aja, kebanyakan oke. Aura cowok cool udah ada, kalo dingin? Hmmm kayaknya enggak ya, toh dia dalam ranah profesional juga bisa hangat ke klien. Kalo karakter Maudya nggak ada yang kukomentarin, sih, kayaknya ya udah pas aja.

Ini mungkin bagian yang agak sayang aja ya, kayak kenapa para villain nggak dikasih background lebih proper. Pas aku pikir ulang ada 2 kemungkinan, karakter ini emang diciptakan jahat gitu aja (no reason) atau emang berengsek dari lahir aja, sih, tapi kependem jadinya pas blangsak nggak bisa ditolerir begitu.

Btw, ini Uda ke Uya termasuk insta love apa nggak, ya? Kalo dilihat dari waktunya sih, iya, tapi ini kan pace-nya cepat jadi nggak kerasa ini udah berlalu berapa minggu atau bulan, tahu-tahu aja udah di waktu ini. Terus soal keputusan Uda menjelang penyelesaian itu wajar aja, sih. Uda janji karena ya dia belum pernah kenal sama medannya. Sebenernya pas baca bagian ini agak setuju karena gimana yah, kesannya kok jadi pengecut, tapi dipikir-pikir lagi ya wajar ajalah, orang baru masuk dunia entertain langsung kena bom segede itu.


Btw, kemistri Uda sama Uya ini gemesin banget, plislaaaah, lama-lama kugelundungin juga ini bumi >.< oh iya, yang demen sama cerita sat-set, kayak langsung kelihatan dampak dari perbuatan buruk alias karma, baca ini, deh, rasanya puassss banget hahahaha.

Ps: buat akun @.tukangfitnah, semoga cepet tobat lu, ye, sebelum jempol lu keriting!
A Good Girl's Guide to Murder - Panduan Membunuh dari Anak Baik-Baik by Holly Jackson

Go to review page

adventurous challenging dark emotional funny informative mysterious reflective tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Oke, setelah baca, aku bingung harus reviu bagaimana karena plotnya padat dan pas alias nggak ada bagian yang mesti disingkirkan karena cuma jadi tim hore di alur utama. Jadi, mungkin isinya lebih ke fangirling aja, mungkin dengan beberapa komentar karena barangkali nanti muncul sesuatu pas nulis.

- Ada nggak sih, yang terobsesi sama PR kayak Pip? Yang pasti bukan aku wkwkwk tapi emang ini udah jadi rahasia umum pembaca AGGGTM lah, ya. Terus sempet kepikiran, kalo dia terlalu niat untuk sebuah tugas. Tapi ya, ini Pip. Apa dia nggak bakal takut kena akibat dan yep, layaknya remaja, dia mulai tahu kalau penyelidikannya ternyata lebih kompleks dari perkiraan awal.
- I love Ravi! Tapi lebih suka kombo Ravi + Pip. Agak kaget karena kupikir Ravi bakal banyak menghalangi Pip karena ya penyelidikannya emang bahaya, tapi doi cukup suportif dan tetap ngikutin aturan main Pip.
- Perkenalan karakternya smooth banget. Oh, kapan lagi nemu yang kayak begini, jadi mesti diapresiasi dg ditulis di sini >.<
- Aku suka dengan sistem entrinya Pip, sih. Ini memperlihatkan karakterisasinya yang rapi dan mengingat ibu Pip sendiri bilang anaknya bisa bikin anak orang nangis pas ngerjain PR bareng, jadi cocok kalo dia selalu mencatat apa pun dengan runut.
- The moments Pip menemukan sesuatu beberapa saat setelah melihat bukti atau temuan apa pun di sini mengingatkan ke diri sendiri kalo kadang kala kita mesti kasih jeda sebentar buat mencerna. Yah, manusiawi kalo Pip nggak bisa langsung menangkap apa yang dia lihat. Eh, ini bukan motivasi, sih, lebih ke nunjuk bagian yang emang jadi perhatianku.
- Karakterisasi Pip nggak ada masalah, begitu juga Ravi, Cara, dll, tapi eksistensi karakter pembantu yang agak krisis. Mungkin karena banyak karakter jadi nggak ada porsi buat jelasin satu per satu, tapi kayak sayang aja gitu sosok-sosok tertentu malah ada hanya untuk melengkapi cerita. Contoh orang tua Ravi dan ibu Pip. Ibu Pip ada beberapa bagian memang yang nunjukin dia secara "personal", tapi ya udah di situ aja. Agak sayang sebetulnya karena yang lain dijadikan pelengkap saja tanpa latar. Atau mungkin bakal banyak dibahas di buku selanjutnya? Let's see.
- Oh iya, walaupun bukunya tebal, tapi kesan "bosan dari awal sampai pertengahan" nggak ada. Atau aku ngerasa begitu. Dari awal malah udah diajak nanjak plus gregetan (terutama sama Stainley, jeleq banget perilaku lu!), di akhir malah lebih tegang lagi. Bagian yang kukira bakal berpotensi open ending malah dikasih kejutan lagi huhu suka banget <3
- Udah, saat ini cuma kepikiran hal-hal di atas. Mungkin reviunya bakal kuubah kalau keingetan sesuatu atau enggak karena mentok di situ-situ aja. Yang pasti, bukunya bagus banget! Sesuai sama hype-nya.

Expand filter menu Content Warnings
The Same Sky by Mariskova

Go to review page

emotional funny informative lighthearted reflective slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Setelah hampir setahun harus menahan diri buat nggak beringas ngintip lanjutan hubungan Geni & Riani, akhirnya langsung terbayar tuntas. Penasaran sih, enggak, lebih ke greget aja, sih, karena tahu Broken Clouds belum selesai.

TSS membahas kehidupan setelah pertemuan Geni & Riani di Kupang. Geni melamar Riani dan hubungan mereka naik turun di awal pernikahan karena faktor LDR juga. Awalnya agak gimana gitu sama jalan ceritanya. Butuh waktu lama buat meresapi feel dan emosinya, tapi kayaknya cuma faktor perlu adaptasi sama gaya kepenulisannya aja, sih.

Beberapa pertanyaan muncul sepanjang baca, bahkan di akhir juga masih belum mudeng di beberapa bagian. Maunya aku tulis sebagai kekurangan, tapi jeda setelah menutup bukunya, jawabannya muncul. Jadi, sebenarnya cuma perlu sabar dan baca perlahan sampai akhir.

Ada beberapa bagian yang bikin aku nggak sreg, salah satunya masa lalu soal Riani & Geni langsung ditumpahin ke bab-bab awal. Yah, nggak salah kalau tujuannya buat recall atau pengenalan buat yang memang baru baca, tapi jujur mundurnya kayak terlalu jauh dan terlalu panjang. Baru nemu bagian yang jadi ending di buku sebelumnya itu di hampir mencapai pertengahan. I guess, ini alasan kenapa jumlah halamannya banyak banget.

Alasan nggak sreg lain dan amat disayangkan adalah voice Geni & Riani hampir tabrakan. Hampir memang, tapi aku ngerasa ini penting berkenaan dengan karakterisasi dari Geni. Gimana ya, okelah Geni orangnya kalau sama teman asik, tapi kebiasaan dia yang tiba-tiba bentak itu yang agak kurang nyaman. Atau faktor pemilihan dialog aksi/dialog tag-nya mungkin jadi di kepalaku Geni orangnya gampang meledak-ledak terus suka banget marah. Padahal ya sebenarnya dia cuma tegas dan kurang bisa bergaul sama orang yang kurang bisa reach out dia aja, sih.

Bagian romansanya gemes hahah. Walaupun kadang yah ada lah satu dua kali harus mengernyitkan dahi karena bingung ini suasananya yang pas gimana, tapi masih bisa bikin senyum-senyum.

Nice to meet you, Kapten Wisanggeni & Riani <3

Expand filter menu Content Warnings
Mengejar Hati by Kaka HY

Go to review page

dark emotional lighthearted reflective sad tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Dear, Kak Kaka HY, in case belum ada yang bilang hal ini, aku cuma mau ngucapin, tulisanmu bagus banget, kak! Semoga kamu dapat banyak berkah karena bikin akhir bulanku bahagia setelah nemu buku ini.

Oke, mari rem sejenak fangirl-annya, fokus ke reviu. Pertama, aku sempat mau berhenti baca ini karena karakter utamanya nyebelin banget. Banget. Kepalanya keras macam baja. Terus sikap Anya tetap nggak bisa kumaklumi meski sudah mencapai pertengahan buku. Kalau ada tipe cewek yang ngeyel pantang menyerah, kurasa Anya bakal jadi juara (dalam dunia fiksi, ya). Momen mecahin kaca itu puncaknya. Mungkin saking emosinya aku memutuskan berhenti, nggak mau malah jadi bumerang nantinya.

Sebaliknya, konflik buku ini wow, kompleks abis. Kei awalnya yang macam ML yang dingin nggak ketulungan dan sedatar triplek (Chitato nggak bakal mau rekrut dia jadi bintang iklan), tapi latar belakangnya beragam. Siapa sangka?

Aku bingung mau menjelaskan bagaimana, tapi aku suka porsi narasi dan dialognya yang pas. I mean, banyak yang narasinya panjang sampai 3 paragraf (lebih dari 3 kalimat) dan minim dialog. Nah, di sini porsinya hampir 50:50-lah. Penulis nggak kasih semacam tumpukan info di awal yang berpotensi bikin pembaca naik darah. Justru "misteri"-nya disimpan dan diperlihatkan perlahan. Well, kayaknya penulisnya pantas dapat shout out karena mampu menahan kesabaran; membuka fakta sesuai timing dan nggak terburu-buru. Ini yang bikin aku bertahan!

Setelah ditelaah lagi, karakter Anya ini meskipun bikin darting, tapi konsisten sampai akhir, lho. Sesuai dengan perilaku karakter setelah diterpa badai konflik. Bingung? Begini, ada karakter yang setelah ketimpa konflik masih nggak berubah, act like everything was fine, anti badai bangetlah pokoknya. Nah, si Anya ini enggak. Meskipun grasak-grusuk, pas kena konflik dia tetap begitu, tapi nggak langsung balik 100%. Sekali lagi, mesti apresiasi kesabaran penulisnya menempatkan semuanya sesuai timing, sih.

Nah, ada lagi yang bikin aku bisa bersimpati dengan para karakter di sini; emosi karakter bisa tersampaikan dengan baik. Baik banget malah, sampai bikin baper. Nggak dalam hal romantis aja, tapi juga keluarga, pertemanan, dll. Padahal mereka cuma fiksi, tapi kenapa rasanya nyata banget, patah hatiku lihat Kei :(

Masalah bintang full, aku masih kurang puas di beberapa bagian, salah satunya ilustrasi sampulnya yang apaan ini, plis? Kenapa ada orang menuntun anjing juga plislah, semoga kalau cetak ulang cover-nya bisa diganti dengan yang lebih sesuai >.< terus beberapa yang mengganjal sebenarnya sudah terjawab, sih. Atau setidaknya ada jawabannya kalau mau fokus. Masalahnya di awal aku terlalu skeptis jadi agak melupakan beberapa detail informasi. Oh iya, cewek-cewek di sini kenapa pada kepala batu semua, deh, amsyonggg.

Intinyaaaaaa, aku suka banget sama buku ini. Berasa menemukan hidden gem setelah sekian lama dapat bacaan yang yah begitulah. Penasaran sama karya penulis yang lain <3

Expand filter menu Content Warnings
Are We Dating? by Melinda Candra

Go to review page

lighthearted slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? Yes

2.0

Hal pertama yang terlintas setelah membaca beberapa halaman adalah blurb-nya nggak sesuai dengan isi. Informasi seputar pekerjaan Tiara pas, sih, alasan dia membutuhkan pacar bohongan juga cukup sesuai, tapi itu ada di 30% akhir cerita. Jadi, awal-awal ngomongin apa, dong? Idk, really. Tapi yah, ini emang bukan piringku aja, sih.

Alih-alih kasih alur yang lebih kuat, penulis memilih melipir ke kehidupan dan segala tetek bengek yang sebenarnya nggak begitu penting-penting banget buat alur. Sampai pertengahan cerita udah menahan diri buat nggak baca lebih cepat lagi. Yap, aku baca ini less than 24 hours atau mungkin lebih sedikit bukan karena alasan bukunya page-turner atau sejenisnya, cuma kepengin cepet kelar aja.

Kenapa harus memaksakan diri dan nggak dnf aja? Simpel, bukunya masih bisa dicerna meskipun harus lompat-lompat. Beruntungnya, meskipun narasinya dilewatkan dan langsung fokus ke dialog saja masih bisa dipahami, kok, alurnya berjalan ke sebelah mana.

Sungguh, amat disayangkan bukunya nggak diedit dengan lebih rapi lagi. I mean, bisa dihilangkan bagian yang menumpuk hingga jadi info dump dan fokus mengembangkan alur atau menambahkan sub-konflik. Memperkuat karakterisasi juga penting banget. Rasanya ini juga salah satu catatan ketika memprotes isi bukunya. Karakterisasi Tiara nggak konsisten sama sekali. Dia mungkin punya lack as karakter atau manusia, tapi di sepanjang cerita, makin ke belakang karakternya malah makin sempurna.

Ini diperkuat dengan kata-kata yang seolah nggak membiarkan Tiara jadi karakter yang kurang dan dipandang sebelah mata oleh entah antagonis atau villain. Semacam, "aku mampu memukau orang lain", "aku termasuk orang yang toleran", dll. Kalimatnya nggak persis begitu, tapi intinya semacam itulah. Kenapa, Tiara? Padahal kamu punya kekurangan malah makin bagus karena konfliknya jadi lebih menyulut dan alurnya berjalan mulus.

Yah, banyak yang mau kuomongkan sebenarnya, tapi beberapa lupa karena sengaja nggak kucatat. Deskripsi soal Lakewood-nya lumayan oke.
Earthshine by Suarcani

Go to review page

dark emotional funny inspiring lighthearted reflective sad fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

Kayaknya aku nggak bisa relatable dengan hubungan Bulan dan Pak Alvin ini, deh, karena mereka deket banget, dong. Macam udah bestie banget, gitu. Terus yah, mungkin karena nggak pernah mengalami dan berada di barisan gaul sama guru itu nggak boleh melampaui batas tertentu, jadinya melihat interaksi atau sikap Bulan ke Pak Alvin agak nggak sopan. Tapi, bukan berarti nggak ada, ya, emang nggak mengalami aja.

Sebenernya mau kasih bintang 4 bulet gitu, tapi karakter Bulan entah kenapa nggak bisa nyantol di aku. Bukan masalah nggak sopannya, ya, lebih ke karakterisasinya kurang kuat. Dia digambarkan sebagai cewek pintar, tapi usil. Alih-alih kelihatan usil, malah nggak ada kesan dia begitu. Kesan slengeannya kurang menonjol aja.

Bagian konfliknya pecah, sih. Sama sekali nggak kepikiran yang dialami Bulan ternyata walaupun kelihatan sepele, tapi triggering banget. Yah, nggak ada masalah mental yang sepele, sih. Bulan walaupun pintar dan berprestasi juga nggak bisa lepas dari yang namanya burn out. Kayaknya emang dia nggak tahu dia burn out, terus ketambahan masalah temennya, jadilah kembang api *duar* *duar*.

Aku suka gaya menulisnya, rapi dan enak diikuti, bikin bukunya jadi tipe page-turner. Cocok buat yang lagi burn out sama kerjaan atau tugas atau malah bacaan dan butuh selingan yang ringan tapi berbobot.

Expand filter menu Content Warnings
The Ex Talk by Rachel Lynn Solomon

Go to review page

funny lighthearted medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Sebenarnya aku bingung mesti kasih rating berapa karena yah, di satu sisi ini menarik. Insightful, terutama di bagian radio publiknya. Di sisi lain kemistri antara MC-nya kayak kurang ngena. Idk, semacam ada sekrup yang mendadak hilang gitu. Tapi, setelah ditelaah lagi, kayaknya cuma bagian perasaan Shay di masa lalu aja yang agak ambigu.

Oke, Shay punya semacam keterikatan di masa lalu. Atau bisa nggak ya, dia masih ada di salah satu tahap grief karena beberapa kali disebut dia masih suka teringat masa lalu dengan ayahnya yang meninggal 11 tahun lalu. Tapi masalah hubungan romansa, kayaknya nggak menjurus ke kabel yang itu. Shay selalu merasa dia mencintai lebih awal. Eh, apa ya istilahnya, pokoknya dia jatuh cinta, tapi pasangannya enggak. Nah, lho. Kupikir yang memicu keraguan pas dia mau menjalin hubungan dengan Dominic ini, tapi ternyata lebih rumit dan jujur karena dicampur dengan grief itu, makin bingunglah aku.

Karakter Shay dan Dominic ini nggak begitu unik, tapi nggak begitu pasaran juga. Abaikan lah ya, bagian spicy-nya, menurutku mereka punya pendirian yang bisa dibilang menonjol. Dominic yang stuck ke jurnalisme dan dia berambisi buat jadi reporter yang baik, menyajikan berita yang bagus juga, eh kejebak di bagian yang jelas-jelas mencederai jurnalisme di dirinya. Sedangkan Shay, dia cinta banget dunia radio. Kepengin siaran, tapi kepentok sama suaranya yang menurut dia nggak bagus buat jadi penyiar. Terus dia juga punya keinginan kuat buat beli rumah sendiri.

Konflik akhirnya itu agak hah-heh-hoh, tapi akhirnya sadar ternyata kalo disederhanakan jadi; sabotase. Kent emang berengsek sok kalem. That's it. Meski ending-nya kayak apalah-apalah, tetep oke, kok.

Bagian favoritku kayaknya waktu Steve "malfungsi", deh. Sumpah itu lucu banget. Cara Shay jelasin dia juga nggak tahu kenapa anjingnya bisa begitu bikin ngakak. Selera humorku, astagaaaa :'(
Sisi Liar by Tsugaeda

Go to review page

adventurous challenging dark funny informative lighthearted mysterious reflective tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

5.0

Sengaja menahan diri buat nggak kasih reviu secara subjektif, tapi nggak bisa. Buku ini bagus banget, woy!

Kupikir awalnya [book:Efek Jera|52709002] bakal jadi semacam "bom", eh nggak tahunya buku ini malah jadi atom. Dari karakterisasi Dio dan Dinta yang semakin matang dan kokoh, alurnya makin rapi, dan konfliknya makin GILA.

I mentioned Dio and Dinta only just because mereka tuh emang banyak ambil porsi di sini. Latar belakang Dinta banyak dibahas di sini. Bukannya latar dia bagus banget atau gimana, sih, tapi akhirnya bisa melihat sisi manusiawi Dinta karena selama ini ngiranya dia manusia tanpa masa lalu dan semacam jenius-badass gitu. 

Dio juga makin berkembang, sih. Paling kentara inisiatif dia buat mengulang that crazy experience. Di EJ, Dio jelas masih newbie, wajar dia sering nyasar. Eh, bukannya di sini nyasar juga, sih, tapi yah lebih mendinglah.

Konfliknya gila, sih. Entah harus mulai dari mana, yang pasti masalahnya superkompleks. Banyak yang mau ku-mention, tapi males juga panjang-panjang. Selain bakal banyak spoiler, yah, biar yang mau baca dan kebetulan baca reviu acak-acakan ini makin penasaran.

Sumpah, baca buku ini sekali seumur hidup, guys. Lebih bagus lagi kalau bisa baca dari awal, urutannya: Rencana Besar, Sudut Mati, Efek Jera, Muslihat Berlian, dan Sisi Liar.

Ayo cepat keluarkan buku barunya, author-nim, aku masih kepengin ngikutin aksinya Dio!

Ps: semoga di buku barunya kesalahan teknis bisa dinolkan atau diminimalisirlah setidaknya. 
Pengantin Taipan Yunani - Promoted to the Greek's Wife by Lynne Graham

Go to review page

lighthearted fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Actual rating: 3,5

Jujur, awalannya kaget karena cepet banget pace-nya, habis itu menjelang pertengahan melambat, habis itu gas pol. Alasan kenapa Ari harus menikahi Cleo nggak terlalu kena spotlight. Agak disayangkan sebenarnya, walaupun yah kalau alurnya condong gimana Cleo & Ari merawat si alasan ini jelas bukunya lebih tebal dan mungkin bakal lebih banyak sub-konfliknya.

As always, kalau premis begini nggak begitu suka sama karakter ML-nya yang pemaksa dan marah-marah gak jelas. Untung Cleo nggak ikutan drama pas nanggepin.

Yah, konfliknya nggak ringan tapi pengemasannya lumayan enteng jadi bisa buat selingan pas bosan dengan topik berat.

Caution: pastikan usiamu 21 tahun atau lebih sebelum memutuskan buat baca.

Expand filter menu Content Warnings