blackferrum's reviews
618 reviews

Ekspedisi Peksi by Hening Swastika

Go to review page

adventurous funny informative inspiring lighthearted reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.5

Waktu remaja tanggung, pasti ada aja yang bikin penasaran sampai-sampai rela melanggar larangan orang tua demi memenuhi rasa ingin tahu. Banyu sama. Setelah adiknya lahir, semua orang sibuk pada si bungsu. Rencana liburan yang dijanjikan kedua orang tuanya terpaksa harus diundur. Untung ada Om Ge yang memantik keberanian (atau kenekatan?) Banyu untuk ikut ekspedisi ke TN Baluran.

Cerita Banyu dimulai dengan kenekatan yang bikin tekanan darah emak-emak manapun langsung meninggi. Bayangkan, remaja yang hampir masuk SMP nekat mencegat omnya di terminal dengan bermodalkan uang sedikit dan kondisi yang agak apes. Sudah begitu, Banyu nggak bawa perlengkapan yang memadai untuk memulai ekspedisi. Alhasil Om Ge langsung senewen.

Kurasa ini novel remaja bertemakan petualangan di alam terbaik yang pernah aku baca. Deskripsi soal tanaman dan hewan serta nama ilmiah mereka bikin pembaca serasa diajak belajar juga. Banyak banget nama serangga atau burung yang masih asing di telinga. Atau yah, tahu, tapi nggak tahu nama aslinya. Penjelasannya lengkap, pas, dan nggak info dump. Novel berisi banyak pengetahuan begini biasanya rawan jadi penumpukan informasi atau naratornya terlalu banyak ambil bagian, alih-alih membiarkan si karakter "belajar" mengenal hal yang masih asing baginya.

Poin plusnya lagi, meskipun fokus cerita lebih banyak di bagian petualangan Banyu selama di TN Baluran, latar karakter pendukungnya nggak lupa dikupas juga. Misalnya rahasia masa lalu Om Ge, keluarga langganan juara alias 4L yang ternyata nggak sesempurna yang Banyu pikirkan, dan masih banyak lagi. Oh, ini juga penting, meskipun ada remaja lain di buku ini, suara mereka berbeda. Masing-masing bisa dibedakan dan punya ciri khas. Karakterisasinya juga konsisten.

Bagiku yang bukan remaja lagi, buku ini menyenangkan. Bisa dibaca dengan niat relaksasi karena meskipun banyak berisi pengetahuan soal hewan, tumbuhan, dll, informasinya nggak akan bikin bosan. Malah berpotensi membangkitkan kekepoan lalu bergegas membuka Google untuk mencari tahu rupa hewan atau tumbuhan yang dimaksud. Oh iya, ini cocok buat kado anak, ponakan, sepupu, dll, yang masih remaja. Worth banget!
Ikan Kecil by Ossy Firstan

Go to review page

emotional informative inspiring lighthearted reflective fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Salah satu buku terbaik yang aku baca bulan ini. Agak menyesal kenapa nggak dari dulu baca karena isinya bobot banget!

Keluarga Deas dan Celoisa harus menebalkan telinga mendengar pertanyaan dilanjutkan dengan judgement dari salah satu budenya (nggak ingat siapa namanya karena baca 2 karya yang tema ceritanya serupa) soal kapan punya anak. Pertanyaan basi dan kurang ajar ini bukan fenomena baru atau aneh lagi, ya, tapi memang nggak semua orang paham kalau pertanyaan yang entah-diniatkan-untuk-apa ini sangat menyinggung perasaan orang yang ditanya.

Punya anak bukan kompetisi, apalagi dijadikan ajang prestasi. Celoisa sangat bahagia akhirnya hamil. Apa masalahnya bisa selesai? Oh, tidak. Anaknya nggak kunjung bicara atau sekadar bubling di usia satu tahun lebih. Para mulut usil mulai berulah, tapi Deas & Celoisa mulai khawatir apakah ada yang salah dengan anaknya. Vonis dokter mengubah segalanya.

Bahasan soal autisme dan proses penerimaan orang tua yang belum bisa menerima kondisi anaknya jadi highlight cerita. Sikap Celoisa yang awalnya denial bikin greget. Kenapa dia nggak bisa menerima kondisi Olei dengan cepat, padahal Deas bisa?

Sepanjang baca ini nggak berhenti memuji Deas dan kesabarannya yang wow. Oh, idenya bikin istrinya jadi bisa lebih legowo juga keren banget. I love him! Semua wanita butuh suami suportif macam Deas. LOL.

Ada beberapa unsur komedi di sini yang bikin "aura" bukunya jadi lebih ceria. Sebenernya, kukira buku ini bakalan ngasih after taste depresif, mengingat topik yang dibawa cukup berat, tapi ternyata salah kaprah. Justru hati menghangat dan bikin aku pribadi jadi lebih teredukasi dengan cara dengan vibe "kalau ada kemauan pasti ada jalan".
Pasien by Naomi Midori

Go to review page

dark mysterious tense fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

Hal pertama yang terlintas di pikiran ketika membaca blurb adalah ... apa jangan-jangan ada hantu yang nyusup terus membunuh satu keluarga itu? Tapi yah, well, nggak mungkin juga tetiba muncul hantu, apalagi satu keluarga ini meninggalnya sadis banget. Based on film atau drama yang sering dilihat, biasanya yang kena serang hantu ya meninggalnya nggak sampai ada adegan (semi) mutilasi. Eh, atau emang ada, tapi aku aja yang kurang jauh mainnya?

Oke, bahas soal bukunya, aku suka banget sama gaya penulisannya. Rapi plus runut. Voice karakternya bisa dibedakan dengan mudah, di luar penggunaan sudut pandang pertama cerita. Alur dan misterinya nggak ada yang harus kukomentari, sih. Mungkin bagian akhirnya yang agak menjadi pertanyaan. Mengenai benang merah antara dua karakter. Sebenarnya ada satu lagi benang merah yang bikin bingung, kayak out of nowhere, mendadak aja jadi berhubungan padahal di awal enggak ada clue buat menuju ke sana.

Waktu itu sempat ngobrol dengan teman yang sudah lebih dulu menamatkan buku ini dan menemukan closure soal satu karakter yang tiba-tiba punya hubungan dengan si karakter utama, tapi setelah aku nulis ini dan pikir-pikir lagi, kayaknya masih ada bolongnya.
Kalo benar ibu itu ternyata pembunuh, rasanya kok beda gitu dengan tanggapan dia setelah ditanya soal kejadian yang sama. Kayak, walaupun hilang ingatan, rasanya kayak nggak ada rasa gitu pas ada yang recall soal kasus tsb.


Novella ini menghibur banget, sih, waluapun muatannya enggak karena yah isinya ada inses, rape, pelecehan seksual, dll. Jelas nggak nyaman, tapi ceritanya tersampaikan dengan baik.

Satu kata buat pasien: brutal!

Expand filter menu Content Warnings
Autopilot Baby by RevelRebel

Go to review page

lighthearted reflective medium-paced

3.75

Actual rating: 3,8

Agak kurang rela harus pisah sama keluarga Alan, apalagi ngikutin dari awal pacaran sampai akhirnya punya anak. Konfliknya juga makin lama makin matang plus emosi karakternya lebih rapi. Masalah Nana yang merasa dikekang dan Alan yang overprotektif sebenarnya bukan hal yang baru. Banyak juga masalah di real life yang emang relatable plus mau nggak mau bikin pembaca ikutan merenung.

Kalau dilihat lagi, konflik di seri ini nggak ada yang drama. Berat, tapi kebanyakan antagonisnya dari internal karakter. Jadi, nggak ada bagian yang mesti dibenci banget. Kalaupun ada hal yang bikin kesel, paling cuma greget gemas karena Alan nggak bisa bilang langsung apa yang dia mau ke Nana atau kehadiran keluarga besar bermulut usil.

Sayang banget mesti pisah sama keluarga Alan Firdaus. Jadi penasaran sama buku-buku penulis yang lain.
Mustika Zakar Celeng by ADIA PUJA

Go to review page

dark emotional lighthearted mysterious reflective tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Peringatan: Buku ini mengandung muatan dewasa, jangan memaksa baca jika belum memenuhi batas usia minimal 21 tahun.

Mustika Zakar Celeng semacam cerita absurd, tapi banyak mengandung kebenaran bagiku. Tema mencari "ilmu" atau kesaktian untuk meningkatkan kekayaan atau yah hanya supaya sakti saja banyak dipakai sebagai tema cerita horor. Tapi, soal selakangan? Wah, ini yang baru.

Nurlela sudah lama tidak merasa puas dengan performa ranjang suaminya. Setelah sebelas tahun, akhirnya dia memuntahkan keluhannya. Keinginannya untuk ngencrit sudah mencapai bibir jurang. Namun, naas, kejujurannya jelas menyakiti hati sang suami, Tobor. Harga diri Tobor jatuh. Hal-hal yang membuatnya selama sebelas tahun pernikahan merasa cukup dan baik, malah berbalik menjadi sesuatu yang sama sekali tidak bisa dia terima.

Niat Tobor memperbaiki rumah tangganya justru membawa dirinya bertemu dengan pentolan preman sekaligus pemilik Kembangan. Berawal menjadikan pelacur paling tidak diminati di Kembangan sebagai "latihan", berakhir mencari mustika zakar celeng yang konon bisa memberikan kepuasan dan keperkasaan. Tobor menerjang segala kesulitan demi menyenangkan istrinya di atas ranjang. Sungguh romantis cita-citanya, sampai terasa begitu naif.

Sepertinya semua orang setuju, karakter Tobor ini amat lugu. Niatnya sangat baik, bahkan rela mengorbankan diri sendiri demi kebahagiaan istrinya, Nurlela. Sifatnya santun dan kata mertuanya, nggak neko-neko, tapi sayang, hanya karena urusan ranjang, hidupnya jadi runyam.

Mustika Zakar Celeng menunjukkan isu sosial yang kental serta kandungan protes yang dilayangkan lewat karakter Nurlela. Pemikiran seorang istri yang "harus selalu menurut, tidak boleh menuntut" mencoba diperlihatkan bahwa pada saat itu, ada seorang istri yang mempertanyakan apakah adil jika seorang perempuan hanya sepatutnya menerima, diperlakukan layaknya sandal jepit; siap pakai dan harus selalu nyaman ketika dipakai?

Permasalahan seksual bisa merembet ke bagian-bagian yang sensitif serta menyeret akal sehat untuk menempati urutan kesekian setelah kepuasan.

"Menuntut tidak boleh. Menolak tidak boleh. Protes tidak boleh. Berontak pun bisa jadi tidak boleh. Jika dirinya tak terpuaskan, lelaki bisa mengancam akan lari dengan perempuan lain. Keegoisan macam apa? Di mana posisi seorang perempuan di dalam rumah tangga? Jika menginginkan istri yang bebas diinjak tanpa boleh melawan, sebaiknya para lelaki menikah saja dengan sandal jepit." - pg. 29

Ini bukan hanya soal rumah tangga Nurlela dan Tobor yang terkena imbas dari tidak maksimalnya performa ranjang, tetapi menyerempet ke banyak hal lain. Salah satunya mengenai bisnis prostitusi. Kembangan merupakan satu dari sekian tempat pelacuran yang dikembangkan karena dampak dari menghilangnya satu tempat sehingga penghuninya mengharuskan berpindah ke daerah lain. Hal yang membuatku geram adalah sosok si kepala daerah baru dengan kebijakan sok agamisnya memberantas bisnis ini.

Well, dibahas dari sisi agama memang tidak baik atau malah tidak bagus, tapi ini bukan soal penghakiman siapa yang menjadi pendosa dan siapa yang nantinya bakal masuk surga. Pemikiran si karakter kepala daerah yang mengharuskan "meratakan" bisnis-bisnis prostitusi agaknya tidak bisa diterima begitu saja. Daerah sebelum para penghuhinya lari ke Kembangan juga bukan sepenuhnya tanpa persetujuan warga sekitar, kan? Apalagi bisnis seperti ini biasanya memiliki daerahnya sendiri yang mana tetangga "sok alim" tidak bakal tiba-tiba muncul sambil membawa sumpah atas nama Tuhan.

Ada "komentar" di sampul belakang jika buku ini menyangkut isu politik juga. Kukira soal si karakter pejabat ini maksudnya, tapi ternyata lebih dari itu. Perjuangan Tobor untuk menyenangkan sang istri soal urusan ranjang sampai mencari mustika zakar celeng pun termasuk isu politik. Saat membaca ini, situasi politik di Indonesia sedang memanas. Pemimpin negara yang hampir lengser itu membuat ulah lagi. Banyak hal yang akhirnya menjadi bahasan di media sosial, termasuk "pegangan" apa yang dipunya oleh sang pemimpin. Somehow, langsung mengingatkanku soal buku ini, terlebih perjuangan Tobor sendiri.

Ah, hal-hal mistik seperti ini memang panjang pembahasannya. Bagi beberapa orang, hal-hal klenik di dunia modern tidak rasional sama sekali dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, tapi kita tidak pernah tahu dapur mereka yang tetap memercayai atau bahkan tetap mengamalkan atas dasar turun-temurun semata atau malah sebagai salah satu jalan agar tetap melanggengkan sesuatu.

Sama halnya dengan kisah rumah tangga Nurlela dan Tobor. Masalah ranjang bisa menyeret akal sehat pada hal-hal yang mustahil untuk dipercayai.

Yang usianya sudah mencukupi, harus banget baca ini!
Autopilot Marriage by RevelRebel

Go to review page

emotional lighthearted reflective medium-paced

3.75

Actual rating: 3,8

Lanjut buku kedua tambah seru! Entah karena faktor ganti editor apa gimana, ya, tulisannya jadi lebih rapi dan luwes. Emosi Alan & Nana keluarnya lebih totalitas. Apalagi isu keluarga yang dibawa itu aduh, sedih kalau diceritain :(

Buku pertama bahas perasaan Nana mengenai cinta dan Alan soal kepercayaan, buku kedua lebih seperti penjajakan. Yah, hubungan mereka berkembang, terus habis itu apa? Dan Alan jadi lebih perhatian. Green flag coded banget gitu, huhu. Paham sih, dia juga punya trauma, tapi caranya meyakinkan Nana di samping meyakinkan diri sendiri itu yang bikin jatuh cinta.

Bukan berarti Nana jadi worst character, ya, manusiawilah. Kayaknya akhir-akhir ini jarang baca buku yang menjadikan konflik internal dalam diri sendiri sebagai antagonis. Well, soal para tante kurang kerjaan nggak perlu dibahas lah, ya. Trauma Nana memang besar dan selama bertahun-tahun dia memilih menghindar. Atau yah, dia nunggu lawannya lebih peka, yang berakhir sia-sia aja. Wanita kelewat mandiri, berasa nggak butuh siapa pun, padahal di dalam hancur.

Alan ini jadi semacam katarsis buat Nana. Astaga, I do love him! Dia bisa aja egois dan ninggalin Nana di tengah jalan karena memang susah banget bertahan di sisi seorang Karenina, tapi dia bisa tahan dan apa ya, idk apa ini istilah yang pas, Alan bisa "ngalah" supaya Nana nyaman dan mau maju, walaupun langkah Nana superpelan.

Trauma masa lalu Alan nggak bisa dibilang enteng, tapi memang dia punya privilese berupa dukungan keluarga. Maksudku, dia nggak ada family issues. Keluarganya juga baik-baik aja. Memang masalah dengan sepupunya pelik banget, sih, wajar hubungan mereka jadi canggung. Nana sebaliknya, dia punya privilese dua sahabat yang suportif banget. Eh, jadi seimbanglah ya, Nana punya Dito & Andari, Alan punya keluarganya.

Satu lagi, mau berterima kasih sama penulis karena bikin Nadia jadi antagonis yang punya alasan kuat dan nggak gampang kena tuding, padahal bisa aja dia jadi sosok jahat terus yah menjelma villain yang gangguin kehidupan Alan.
Auto Pilot Romance by RevelRebel

Go to review page

emotional lighthearted reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

Masa lalu membuat Karenina terbelenggu. Hubungannya dengan lelaki hanya kebutuhan biologis semata, sampai pertemuannya dengan Alan, pilot yang akan membawanya kembali ke Jakarta, mengubah semua sudut pandangnya, terutama soal cinta.

Yah, ternyata lagi nggak di fase bisa lancar menulis sinopsis. Intinya, Nana dan Alan punya trauma masa lalu yang nggak bisa bikin mereka nggak bisa menjalani kehidupan sebagaimana mestinya alias keingat terus. Mereka sama-sama menghindar dan sama sekali nggak mau berdamai bahkan sampai bertahun-tahun. Keduanya berhubungan pun nggak ada maksud apa pun, murni karena ketertarikan fisik (?). Lalu, boom! Salah satunya menyadari jika kehadiran satu sama lain jauh dari itu.

Ini kali pertama baca karya penulis. Alurnya nggak ada yang mau dikomentarin, tapi kesan pertama memang agak kaget karena gaya tulisan (atau memang pengaruh copy editor-nya?) kurang nendang. Maksudku, bagian-bagian romantis somehow jadi cringe.

Ganti adegannya juga terlalu cepat kurasa, sampai harus baca pelan-pelan. Karakter Nana nggak loveable, sih, tapi cukup dipahami. Oh, karakter Alan juga entah pengaruh gaya menulis, tapi dia jadi lebih berengski.

Poin bagusnya, bukunya termasuk page-turner. Suka banget sama kemistri antara Alan-Nana. Terutama karakter Alan yang bisa dengan cepat berdamai sama keadaan. Suka aja dia mau ngepasin diri, mengingat masa lalunya cukup traumatis.

Caution: Buku ini berisi muatan adegan dewasa, pastikan usiamu mencukupi sebelum membaca, ya!
Pit A Pat by Mooseboo, Mooseboo

Go to review page

lighthearted medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? It's complicated

2.0

Pertemuan keduaku dengan buku penulis sayangnya harus berakhir dengan kekecewaan. Aku akui, gaya penulisannya luwes dan enak buat dibaca, tapi karakterisasinya nggak berkembang sejak terakhir kali baca Beta Testing.

Pit A Pat tentang apa, sih? Awalnya bahas Maya, si FL, yang udah 2 tahun menganggur. Dia ketemu sama teman lamanya lalu ditawari pekerjaan di WO. Takka, WO tempat Maya kerja, percaya kalau Maya punya potensi jadi begitu datang dan cek CV-nya langsung diterima. Oke, terus? Terus konflik mulai datang dari Takka. Maya udah lama nggak ketemu dan anggapannya soal Takka yang selalu sembunyi di ketek ibunya salah kaprah. Well, people changed, right?

Terus yang bikin kecewa apa?

Pertama, pertentangan dan "kekurangan" karakter Maya di sini sama sekali nggak digali. Oke, dia di awal kerja struggle dan nggak begitu paham sama pola kerja perusahaannya, tapi habis itu ya udah, kelar. Ini amat disayangkan, padahal potensial banget buat berkembang. Tapi, memang nanti jadinya malah chicklit, sih.

Kedua, alurnya mulai belok ke mana-mana menjelang pertengahan cerita. Ini aku rasain pas mulai masuk konflik pertama. Banyak bahasan di sini yang nggak tahu fungsinya buat apa, tapi mungkin buat hore-horean aja karena ya emang nggak terlalu berfungsi banget ke alur utama. Soal anaknya Alana panggil Takka "Papi" dan dilarang sama mamanya karena bisa ngaruh ke "pasaran" Takka. Kupikir nantinya bakal ngaruh banget sama perasaan Maya yang di awal memang sempat kaget, tapi habis itu udah. Kenapa Alana nggak dibikin terikat banget sama Takka secara perasaan, ya? Kayak ... nanggung. Terus fungsi itu tadi apa?

Masih alur belok. Ada juga beberapa "trivia" nggak penting dari karakter lain yang bikin galfok. Okelah kalau mau bikin sub-konflik banyak, tapi ini cerita Maya dan Takka, kan? Kalau sub-konfliknya sampai menceritakan soal karakter pembantu (dengan agak detail), better dibelokin ke cerita Kannaya secara umum nggak, sih? 

Ketiga, ini salah satu dari dua hal krusial bagiku; head-hopping. Awalnya masih normal cuma Maya sama Takka, lama-lama jadi banyak. Apalagi pas Maya di Kannaya, bah, ada berapa kepala tuh diseselin semua di helaan alur. Udah nggak keitung aku bodo amat sama "nya" ini merujuk ke siapa atau aku harus baca "kepala" siapa. Capek banget, weh. Tolong, next story dibenerin, dong, ininya. Ganggu banget :( better pakai sudut pandang orang pertama aja sekalian biar terbatas dan fokus cuma bahas  dari sisi Maya & Takka aja.

Ini bagian yang bakal mengandung spoiler dan cukup bikin bertanya-tanya.
Btw, sejak kapan Maya kalau lihat Restu matanya berbunga-bunga? Eh, aku nggak ngarang, bagian "berbunga-bunga" emang istilahku sendiri, tapi Takka bilang di akhir kalo tatapan Maya pas lihat Restu tuh, nggak bisa bohong. Lah? Bukannya Maya suka sama Takka? Again, sikap Maya ini plin-plan banget. Dia di Kannaya kayak ikut emosional sama kondisi dan konfliknya Takka, tapi pas udah putus hubungan sama Kannaya dan Takka itu mendadak pas dekat Restu jadi "centil" (?) sampe takut aku, ini orang yang sama gak, sih? *cry*


Terakhir, soal karakterisasi. Jujur, nggak ada development berarti. Plus, dari awal Maya ini nggak konsisten. Entah karena dialognya yang kurang kuat atau ya karakterisasinya aja yang nggak diketatin. Berasa lihat dua orang dalam satu tubuh. Aku bahkan ragu ketemu orang beneran di dunia nyata yang kayak Maya begini. Takka juga sama aja. Habis ngebaperin disepeh perkara kepengin "melindungi". Yah, kalau emosi karakternya dikelola dengan baik mungkin aku bakalan sedikit berempati sama dia.

Ps: Agak menyayangkan bagian awal diolor lama banget, terus menjelang ending langsung jadi Flash.
The Lucky Ones by Tiffany Reisz

Go to review page

dark emotional lighthearted mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

Perkenalan pertama dan langsung suka sama gaya penulisannya. Kovernya agak menipu, ya, kupikir ini buku fantasi atau horor, ternyata jauh banget dari itu. Lebih kaget lagi, ini ternyata terbitan Harlequin. Yah, romansa panasnya jelas ada, mengingat dari mana buku ini berasal, tapi misterinya juga dapet.

Allison memilih kembali ke rumah di mana dia pernah diadopsi oleh seorang dokter bedah dermawan setelah dicampakkan. Peringatan dari sang mantan mengenai keanehan "undangan" datang kembali ke rumah masa lalu itu tidak membuat Allison mundur. Kenangan terakhirnya soal tempat ini buruk dan masih menjadi tanda tanya besar. Maka, ketika memutuskan menginap, Allison bertekad mencari tahu kebenaran mengenai masa lalunya sebelum dibawa sang bibi ke tempat lain.

Pembukaannya bikin kaget karena yah, hubungan beda usia yang cukup jauh bagiku selalu jadi kontroversi, meskipun hubungannya didasari suka sama suka. Lalu mengenai profesi Ronald sendiri nggak begitu melunturkan kesanku soal penulis yang pada dasarnya mungkin berani mengambil pilihan ekstrem.

Biasanya novel terbitan dari Harlequin nggak bisa dibilang bikin enjoy. Kebanyakan telling dan bikin bosan di awal, tapi buku ini beda. Aku suka banget sama terjemahannya yang luwes dan beneran nggak ngerasa lagi baca terbitan H kayak biasanya. Pokoknya beda, deh.

Meskipun ada beberapa hal yang kontroversial di sini, tapi alurnya sendiri rapi dan menarik. Karakterisasinya konsisten sampai akhir dan yang paling penting meskipun punya karakter yang banyak, voice-nya punya ciri khas sehingga mudah untuk dibedakan.

Ini salah satu buku terbaik bulan ini yang aku baca. Peringatan, bukunya untuk usia 21 tahun ke atas, pastikan usiamu mencukupi sebelum memutuskan untuk baca, ya.
Perhaps Yours by Sara Maureen

Go to review page

lighthearted slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? Yes

2.75

Actual rating: 2,8

Actually, I don't know how to react this book. Trope-nya favoritku banget, tapi eksekusi ceritanya meh banget :(

Well, aku tahu penulis dari salah satu platform kepenulisan dan suka banget sama cara nulisnya yang rapi. Karena memang di platform itu banyak yang tulisannya acak adul, nemu tulisan kakak ini berasa nemu "emas". Pas kepoin lebih jauh ternyata udah pernah nerbitin buku fisik, digitalnya bisa diakses dengan mudah pula. Jadi, makin termotivasi buat baca.

Renjana harus rela ditinggalkan di hari pernikahannya setelah akad oleh sang pengantin pria. Dia sama sekali tidak keberatan karena tujuannya menikahi Aiden hanya satu; agar anaknya mendapat status serta mengetahui siapa ayah kandungnya. Beberapa keluarga Aiden menganggapnya gold digger, apalagi setelah dia mendapat posisi yang bagus di perusahaan milik keluarga Aiden.

Tiga tahun terbiasa mengurus Kelana sendirian, kedatangan Aiden ke rumah dan hidup mereka membuat Renjana semakin bingung. Mengapa Aiden tiba-tiba peduli? Ketika perhatian dan kehadiran Aiden menjadi hal yang tidak mengherankan lagi, Renjana malah takut jika semua ini fana. Jika dia mendekat, Aiden akan pergi dari hidupnya dan Kelana lagi seperti sebelumnya.

So easy to jump from one to another conclusion. Pikiran Renjana awalnya bikin gerah. Wajar dia ragu dan takut karena Aiden tiba-tiba jadi sosok yang kepengin dekat dengan keluarganya, tapi pemikiran yang berlebihan dan kebiasaan nggak mengungkapkan secara langsung apa yang dia pikirkan rasanya mulai berlebihan. Terlebih bagian dia akhirnya sampai pergi ke tempat lain. Kayaknya ini 3rd Act yang bikin emosi alih-alih pembenaran. Kasihan juga si Aiden mesti berjuang sendirian.

Yah, Aiden memang berengsek. Walaupun dipikir-pikir lagi kayaknya itu cuma imej yang sengaja dibikin penulisnya karena nggak ada alasan kuat kenapa Aiden suka main cewek. Alasan yang mengakar gitu. Tapi yah, dia kan berubah tuh, kayaknya emang susah banget buat Aiden bisa diterima di kehidupan Renjana. Well, seenggaknya dia berusaha, tapi ya begitulah, dimentahkan.

Tapi aneh juga betapa Renjana ini bisa langsung menerima sentuhan fisik dari Aiden. Karena begini, di awal dia digambarkan sebagai wanita independen yang nggak akan gampang kesentuh dengan dorongan apa pun. Memang dia meragukan ketulusan Aiden, tapi di bagian suaminya nyentuh dia, meski hanya pelukan, rasanya agak ... kurang sinkron. Pokoknya tarik ulur ala mereka berdua ini aneh banget menurutku. Entah penulisnya kurang bisa menggambarkan situasi antara mereka atau aku aja yang banyak protes.

Konflik di akhir itu rasanya nggak bisa bikin puas, sih, kayak maksa banget mesti ditambahkan. Intinya, alurnya sendiri kurang kuat. Kayaknya juga kebanyakan sub-konflik jadi pas konflik utamanya agak goyah. Duh, aku ngoceh apa, sih ><

Intinya, yang suka cerita cinta salah sasaran atau salah paham begini. Apa ya nyebutnya, second chance? Mungkin bakal suka, sih. Bagiku agak sayang aja alurnya bisa diperbaiki dan diringkas, alih-alih kasih fan service banyak banget, tapi berakhir meleber ke mana-mana.